Untuk lembaga ini saya siap Pak"

Jakarta (ANTARA News) - Rabu kemarin pagi-pagi sekali sekitar pukul 05.00 WIB, Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi Sapto Pribowo barulah sampai di rumahnya usai rapat tim krisis, yakni sebuah tim internal yang dibuat khusus untuk mengatasi konflik KPK-Polri.

Ia lalu mandi dan merebahkan tubuh lelahnya di tempat tidur untuk kemudian tertidur satu jam setelahnya.

Permintaan sang buah hati untuk diantarkan ke sekolah pun terpaksa tidak dipenuhinya karena badan yang sudah demikian penat, gara-gara kisruh KPK-Polri selama sebulan terakhir.

Sekitar pukul 13.00 WIB, Johan merasa telepon selularnya bergetar terus-menerus. Begitu melongok ke layar ponsel, dia baru mengetahui sudah ada 53 panggilan tak terbalas (misscalled).

"Ternyata setelah saya lihat di hape saya ada 53 misscall dari banyak orang termasuk (Menteri Sekretaris Negara) Pratikno dan sms dari ajudan presiden, dari orang kantor juga. Saya kaget juga, banyak yang mencari, ada apa?" cerita Johan di kantornya, Rabu malam lalu.

Ia akhirnya mengangkat panggilan masuk yang ternyata dari seorang ajudan presiden.

"Sekitar jam 1 siang, saya dihubungi ajudan presiden kemudian menyampaikan bahwa Pak JK (Jusuf Kalla) ingin bicara. Lalu telepon diserahkan ke Pak JK dan kemudian terjadi dialog cukup singkat," ungkap Johan.

Johan mengisahkan isis dialog singkatnya dengan sang wakil presiden:

"Ini Pak Johan? Dari pagi kita kontak tidak bisa," kata JK.

"Mohon maaf Pak, saya baru pulang jam 5 pagi, dari kantor terus jam 6 baru tidur. Ada apa Pak?" tanya Johan.

"Anda ditunjuk sebagai Plt (pelaksana tugas) Pimpinan KPK, Anda siap tidak?," tanya JK langsung ke inti persoalan.

"Untuk lembaga ini saya siap Pak," jawab Johan.

Meski ia masih menanyakan bagaimana kelanjutan sejumlah laporan yang ditujukan kepadanya di Bareskrim Polri, Johan mengaku tetap bersedia didapuk menjadi pimpinan lembaga tempatnya bekerja sejak 10 tahun lalu itu.

"Saya sama sekali tidak menyangka dan terkejut ditunjuk sebagai Plt Pimpinan KPK," aku Johan.

Selang setengah jam dari pembicaraan itu, Presiden Joko Widodo di Istana mengumumkan akan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian sementara dua pimpinan KPK yaitu Abraham Samad dan Bambang Widjojanto karena berstatus tersangka.

Selanjutnya Presiden akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengangkat tiga anggota pimpinan sementara KPK demi tetap jalannya tugas pemberantasan korupsi oleh lembaga produk asli reformasi itu.

Presiden kemudian akan menerbitkan tiga Kepres pengangkatan anggota sementara pimpinan KPK bagi mantan Komisioner KPK Taufiequrachman Ruki, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji dan Deputi Pencegahan KPK Johan Budi.

Pengumuman itu pun Johan dengarkan lewat siaran ulang di radio di dalam mobilnya karena ia masih dalam perjalanan ke KPK saat Presiden Jokowi menyampaikan pengumuman yang terlambat dari waktu yang dijanjikan semula, sekitar pukul 11.00 WIB.

"Sehari sebelumnya memang ada dari pihak istana tanya ke KPK mengenai usulan Plt pimpinan kepada saya selaku Ketua Tim Krisis di KPK, Kemudian kami bahas di dalam di tim krisis, kami usulkan beberapa nama, ada sekitar tujuh nama yang diusulkan tapi tidak ada satu pun nama yang berasal dari dalam KPK," jelas Johan.

Johan menilai hanya orang-orang yang tidak berasal dari KPK yang dapat menyelesaikan persoalan KPK saat ini.

"Kalau (mengusulkan nama) dari internal tidak pas juga. Ada sejumlah nama, termasuk ada anggota Tim 9 yang kita usulkan dan beberapa nama lain. Ternyata ada tim dari pakar hukum yang juga mengusulkan nama, tapi baru belakangan saya tahu," ungkap Johan.

Mengembalikan hubungan baik KPK-Polri

Johan yang mengawali karir di KPK pada Biro Hubungan Masyarakat sejak Desember 2005 saat KPK masih berkantor di Jalan Veteran Jakarta Pusat itu mengaku belum dapat merumuskan kebijakan ke depan KPK.

"Saya tentu tidak bisa membicarakan tindak lanjut sebelum lima pimpinan berkumpul karena kerja di KPK harus semua pimpinan. Mungkin nanti bisa disampaikan setelah resmi (dilantik) dan saya bertemu Plt lainnya dan bertemu dengan Pak Zulkarnain dan Pak Pandu juga," kata Johan.

Yang jelas, dia menekankan bahwa langkah apa pun yang akan diambil nanti, tujuan utamanya adalah menyelamatkan KPK.

"Sejak awal saya sampaikan, yang lebih penting buat saya pribadi adalah menyelamatkan lembaga dan ini harus ada tindakan segera dari Presiden. Konkret apa pun kepentingan Presiden. Ini Pak Presiden Jokowi sudah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembalikan lagi (kondisi yang) kalau saya bisa sebut carut marut selama ini, terutama seolah-olah ada persoalan lembaga Polri dengan KPK," jelas Johan.

Johan sendiri memuji langkah Presiden Joko Widodo sebagai cepat dan konkret.

"Apa pun keputusan Pak Presiden Jokowi tentu Pak Presiden lebih tahu dan saya yakin langkah ini tujuannya adalah untuk mengembalikan lagi, terutama menurut saya hubungan baik antara Polri dengan KPK," jelas Johan.

Terkait dengan kemungkinan "serangan" lain dari Polri seperti tuduhan kepada 21 penyidik KPK atas kepemilikan senjata api ilegal karena sudah tidak lagi menjadi penyidik Polri tapi tidak mengembalikan senjata api ke Polri sejak 2011 seperti disampaikan Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso, Johan berjanji untuk berkoordinasi dengan calon baru Kapolri, Komjen Badrodin Haiti.

"Saya baca berita, tadi disampaikan oleh Pak Badrodin yang diusulkan menjadi Kapolri, tentu langkah pertama kalau saya sudah dilantik, adalah bertemu dengan pimpinan Polri untuk berkoordinasi. Tapi saya belum tahu, karena ini juga bukan hanya suara saya, ada empat pimpinan lain, dan Pak Badrodin juga saya baca juga akan segera melakukan kordinasi," tambah Johan.

Dia optimistis kepemimpinan baru KPK dan calon baru Kapolri Komjen Badrodin Haiti,membuat hubungan KPK dan Polri membaik kembali.

"Ada kalimat yang menurut saya penuh makna saat pengumuman tadi. Pak Presiden Jokowi berharap agar Kapolri yang diusulkan bisa menjaga hubungan dengan KPK, sebaliknya KPK juga bisa menjaga hubungan. Ini dalam maknanya. Saya kira saya optimistis persoalan ini akan selesai," jelas Johan.

Johan juga berjanji untuk bekerja sama erat dengan dua Plt pimpinan lainnya.

"Kalau Pak Ruki pernah menjadi pimpinan KPK, saya tentu dengan Pak Ruki paham kondisi KPK. Pak Seno kan pakar hukum, paham tentang hukum. Jadi kalau saya pribadi bisa bekerja dengan Pak Ruki, tapi kalau Pak Seno tidak tahu. Saya kenal tapi kan belum pernah kerja bareng," tandas Johan.

Siap dilantik tapi tanpa istri

Pria kelahiran Mojokerto, 29 Januari 1966 itu adalah lulusan Teknik Gas dan Petrokimia Universitas Indonesia 1992.

Setelah menyandang gelar sarjana teknik, ia bekerja sebagai peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPTMGB Lemigas) pada 1992-1995.

Johan kemudian beralih profesi menjadi wartawan di majalah Forum Keadilan pada 1995-2000, selanjutnya majalah Tempo pada 2000-2005.

Pada 2005, Johan masuk KPK untuk bekerja pada Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK hingga kemudian menjadi Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK pada 2009 sekaligus Juru Bicara KPK.

Johan sudah menjadi jubir KPK sejak 2006 atau tiga tahun setelah KPK resmi berdiri pada Desember 2003 berdasarkan UU No 30/2002 mengenai KPK. Ia pernah juga merangkap jabatan ini dengan pos Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK pada 2008-2009, selanjutnya pada 2009 Johan menjadi Kepala Biro Humas KPK.

Reputasi kehumasannya membuat dia diganjar penghargaan "Golden Speaker Award" oleh Rakyat Merdeka Grup yang memberikan penghargaan itu dengan disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia juga mendapatkan sejumlah penghargaan bergengsi lainnya.

Pada 17 Oktober 2014, karir Johan di KPK menanjak setelah menjadi Deputi Pencegahan KPK.

Namun menjadi pejabat publik di lembaga penegakan hukum juga membuat Johan berisiko tersandung masalah hukum, antara lain aduan kepada dia dan mantan Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah pada 10 Februari 2015 lalu oleh lsm Government Against Corruption and Discrimination (GACD) pimpinan Andar Situmorang ke Bareskrim Polri.

Keduanya diadukan orang ini karena diduga telah bertemu sebanyak lima kali dengan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pada 2008-2010 yang diduga membicarakan kasus yang sedang ditangani KPK.

Namun meski KPK dan dia mendapat banyak tantangan, Johan yakin KPK masih akan terus berdiri dan Johan pun siap dilantik oleh Presiden Joko Widodo.

"Tapi syaratnya satu, saya tidak mau membawa anak dan istri saya ke pelantikan nanti. Itu sudah prinsip," tegas Johan.

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015