Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA sebagai satu-satunya kantor berita di Indonesia saat ini tetap diperlukan bangsa, namun perlu revitalisasi, inovasi dan diversifikasi produk mutlak agar dapat eksis. Perihal tetap diperlukannya ANTARA sebagai kantor berita resmi Indonesia itu merupakan benang merah pendapat lima pembicara Seminar "Revitalisasi Peran Kantor Berita Nasional di Era Konvergensi Media" yang diadakan LKBN ANTARA berkaitan dengan HUT-nya yang ke-69 di Jakarta, Rabu. Ke-lima pembicara seminar itu adalah Sekretaris Tetap Konfederasi Wartawan ASEAN (CAJ), Abdul Razak, Pakar Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Effendi Gazali, PhD, Penasehat Korporasi Media Indonesia, Djafar H Assegaff, Pemimpin Redaksi Tempo, Toriq Hadad, dan Manajer Umum Pemasaran dan Produk Business Solution, Joedi Wisoeda. Menurut Abdul Razak, ANTARA harus melakukan inovasi dengan merumuskan kembali fungsi dan peranan yang praktis dan kontekstual dengan keadaan di Indonesia, serta meninjau visi, misi dan peranan kantor berita guna menjawab tantangan kini dan masa mendatang. Djafar H Assegaff menekankan perlunya ANTARA melakukan diversifikasi produk, seperti menjadikan dirinya layanan pusat data bisnis dan produk hukum Indonesia. Ia mengatakan, untuk bisa bertahan hidup dalam tekanan liberaliasi dan kebebasan pers, ANTARA tidak hanya perlu melakukan perumusan "visi baru" dan "misi baru", tetapi juga modal untuk mengembangkan teknologi dan sumber daya manusia. Untuk menghadapi tantangan globalisasi dan bangkitnya media-konvergensi saat ini, pimpinan ANTARA tidak lagi cukup hanya memikirkan bagaimana mencari subsidi untuk berhasil melainkan juga harus mampu memikirkan produk baru yang dapat dijual, katanya. "Untuk itu, investasi dalam teknologi baru harus dilakukan ... Pemerintah harus pula mempunyai `political will` (kemauan politik-red.) untuk dapat menyelamatkan ANTARA, termasuk masyarakat pers. Adalah berdosa sekali jika masyarakat pers abai untuk membangun ANTARA dalam era globalisasi dan kompetisi konvergensi media," kata Assegaff. Seperti halnya Assegaff, Toriq Hadad juga menekankan perlunya ANTARA memikirkan diversifikasi produk dengan mengembangkan produk jasa layanan data. Disamping itu, menurut Toriq, "dasar berpijak ANTARA" juga harus segera dituntaskan sebagai langkah awal yang penting. Dalam pandangan Effendi Gazali yang kini menjabat koordinator Program Master Komunikasi Politik UI, peran dan eksistensi ANTARA akan terus diperhitungkan jika ia mampu menghasilkan produk-produk berita yang menyentuh dan berpengaruh terhadap cara berfikir, keyakinan, dan perilaku perorangan, kelompok, lembaga, dan seluruh masyarakat serta lingkungan di mana ANTARA berada. Namun pertanyaan yang muncul adalah "seberapa murah dan mudah publik dimanjakan untuk mengakses aneka data yang cepat dan akurat, baik secara individu ataupun dalam kelompok-kelompok kebutuhan strategis." Seterusnya, seberapa jauh kantor berita yang didirikan Adam Malik dan kawan-kawan 69 tahun lalu itu juga dapat menyajikan "segala interaksi dan dialektika di ruang publik dengan ruang yang cukup serta penyajian yang mencerahkan." "Seberapa banyak ANTARA dikutip dalam perbincangan-perbincangan komunikasi politik" juga merupakan hal yang penting bagi kantor berita ini, katanya menambahkan. Seminar yang berlangsung di Auditorium Adiyana Wisma ANTARA itu diikuti puluhan peserta, termasuk mantan Kasum TNI Letjen (Purn) Soeyono.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006