Jakarta (ANTARA News) - Badan Pertanahan Nasional (BPN) diminta tidak merugikan para investor, khususnya investor yang bergerak disektor perkebunan karena banyak aset pertanahan yang statusnya sebagai Hak Guna Usaha (HGU), tiba-tiba dicabut dan dinyatakan sebagai tanah terlantar yang harus dikuasai oleh negara.
Tanah itu statusnya dimiliki para pengusaha, sebagai Hak Guna Usaha (HGU) jangka waktunya 25 tahun, tiba-tiba dinyatakan tanah terlantar padahal sertifikatnya sudah diagunkan ke sebuah bank. "Tindakan itu jelas merugikan para pengusaha dan perbankan," kata pengamat pertanahan, Dr. Laksanto Utomo, di Jakarta, Rabu.
Laksanto yang juga sebagai Wakil Ketua Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia, mengatakan, daripada tanah tidak dioptimalkan, dan banyak pengusaha dan perbankan yang mengalami kerugian, maka sebaiknya tanah yang sudah ada izin HGU dikembalikan lagi kepada pemiliknya agar dapat difungsikan sebagai mana mestinya.
"Pemerintah dapat memungut berbagai pajak yang melekatnya dan para petani, buruh lainnya dapat bekerja meningkatkan pendapatnya," katanya.
Ia juga mengatakan, melihat pada Pasal 14 ayat (1) UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, antara lain menyebutkan, bahwa tanah dapat dijadikan sebagai hak tanggungan atau dapat dijaminkan kepada perbankan, sesuai UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.
Bahkan dalam izin HGU itu yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan sendiri, dalam sertifikatnya dilekatkan kalimat "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa,".
Oleh karena itu, kata Laksanto, mestinya Sertifikat itu mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta sepanjang mengenai hak atas tanah.
Namun faktanya, katanya, terdapat kasus Penguasaan atas tanah yang sudah dijadikan Hak Tanggungan kepada bank, tiba-tiba oleh BPN ditetapkannya sebagai tanah terlantar. Hal ini tentunya dapat merugikan Investor.
Sementara itu Peneliti Senior dari Lembaga Studi Hukum Jakarta, Wahyu Nugroho menambahkan, atas kasus tersebut pihaknya akan mengajak lembaga lain, mengadakan seminar sehari membahas masalah itu dengan melibatkan berbagai pihak seperti Kepala BPN, Perbankan dan para praktisi pertanahan lainya.
"Kami sudah mendapat konfirmasi dari para anggota asosiasi pengusaha sawit, perbankan dan praktisi hukum lainnya untuk bergabung dalam seminar itu," kata Wahyu, seraya menambahkan, seminar kemungkinan akan dilaksanakan pada akhir April 2015 di Jakarta.
Pewarta: Theo Yusuf
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015