Saya pikir (mundur) itu standar bagi semua pimpinan KPK dan tidak ada masalah untuk hal-hal itu,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menyatakan kesiapannya untuk mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan surat atau tindak pidana administrasi kependudukan oleh Polda Sulawesi Selatan Barat.
"Saya pikir (mundur) itu standar bagi semua pimpinan KPK dan tidak ada masalah untuk hal-hal itu," kata Abraham dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta bersama dengan Deputi Pencegahan Johan Budi SP, Kepala Biro Hukum Chatarina M Girsang, dan dua pengacaranya, Danang Trisasongko dan Abdul Fikar Hadjar, Selasa.
Polda Sulselbar pada 9 Februari 2015 menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka terkait pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan berdasarkan pasal 264 ayat (1) subs pasal 266 ayat (1) KUHPidana atau pasal 93 Undang-undang RI No 23 tahun 2006 yang telah diperbaharui dengan UU No 24 tahun 2013 berdasarkan laporan seorang perempuan bernama Feriyani Lim.
Berdasarkan Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang KPK pasal 32 ayat 2 berbunyi "Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya".
Namun pasal 3 mengatur bahwa pemberhentian tersebut ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia, yaitu melalui Keputusan Presiden (Keppres) namun hingga saat ini Keppres tersebut belum dikeluarkan Presiden Joko Widodo.
"Pesan terakhir saya, saya persilakan kepada saudara-saudaraku yang saya cintai, seluruh media massa dan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk marilah kita bersama-sama menilai tentang kasus ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT tetap memberikan pencerahan kepada kita semua agar supaya kita bisa melihat kebenaran itu walaupun kebenaran itu akan kita temukan di dalam kegelapan," ungkap Abraham.
Abraham juga menilai bahwa penetapannya sebagai tersangka terkait dengan penetapan calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan oleh KPK pada 13 Januari 2015.
"Mungkin kita tidak bisa langsung menuduh seperti itu tapi ada suatu hal yang tidak bisa dibantah dan tidak bisa terbantahkan bahwa penetapan seluruh pimpinan ataupun laporan-laporan pidana yang disampaikan ke polisi itu nanti ditindaklanjuti oleh Polri ketika kami sudah menetapkan BG sebagai tersangka," ungkap Abraham.
Ia mengaku sudah membahas sejumlah hal dengan tim hukumnya untuk menentukan langkah hukum lanjutan.
"Kamia sudah membahas berbagai langkah yang akan dilakukan dan Insya Allah tim hukum saya akan menelaah lebih jauh dan tentunya mempersiapkan langkah-langkah pembelaan yang lebih komprehensif," ungkap Abraham.
Artinya, hanya ada dua pimpinan KPK saat ini yang tidak berstatus tersangka yaitu Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain karena Bambang Widjojanto juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 oleh Bareskrim Polri.
Namun Adnan Pandu Praja juga sudah dilaporkan pada 24 Januari 2015 oleh ahli waris pemilih PT Deasy Timber karena diduga memalsukan surat akta perusahaan pada 2005 saat menjadi kuasa hukum perusahaan yang bergerak dalam bidang hak pengelolaan hutan (HPH) tersebut.
Sedangkan pada 28 Januari 2015, Zulkarnain dilaporkan Aliansi Masyarakat Jawa Timur karena diduga menerima uang dan gratifikasi berupa mobil saat mengani tindak pidana korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) pada 2008 yang menjadikan 186 orang sebagai tersangka.
Zulkarnain menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sat itu. Ia diduga melakukan tebang pilih atas penetapan 186 tersangka yang merupakan penerima P2SEM misalnya tidak memeriksa Gubernur Jatim Imam Utomo dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Suyono.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015