Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tidak akan memenuhi panggilan penyidik Polda Sulawesi Selatan sebagai tersangka perkara tindak pidana Pemalsuan Surat yang akan memeriksanya pada Jumat (20/2).
"Tidak akan menghadiri panggilan sampai ini (surat panggilan) ada kejelasan lebih lanjut," kata pengacara Abraham, Noersjahbani Katjasungkana di gedung KPK Jakarta, Senin.
Abraham menunjuk tim pengacara dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang salah satunya adalah Noersjahbani untuk membelanya setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Februari 2015.
Menurut Noersjahbani, surat panggilan Abraham tidak dilengkapi dengan surat perintah penyidikan (sprindik).
"Surat panggilan itu lagi-lagi tidak ada sprindiknya dan surat penetapan tersangka juga tidak dicantumkan di sini, mengenai tempus delicti (waktu kejadian) juga tidak disebutkan dalam surat panggilan ini. Oleh karena itu saya sebagai kuasa hukum yang sudah diberikan surat kuasa sejak kemarin menyarankan untuk tidak dulu dulu menghadiri surat panggilan sebelum ada kejelasan dan memenuhi syarat-syarat sebagai surat panggilan yang benar dan juga akan diupayakan agar pemeriksaan tidak di Makassar tapi di sini," jelas Noersjahbana.
Menurut dia, sangkaan yang ditujukan kepada Abraham adalah masalah kecil yang hanya terkait dugaan pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan berdasarkan pasal 264 ayat (1) subs pasal 266 ayat (1) KUHPidana atau pasal 93 Undang-undang RI No 23 tahun 2006 yang telah diperbaharusi dengan UU No 24 tahun 2013 tentang kependudukan.
Pasal tersebut menjelaskan mengenai "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun".
"Kalau toh mau diperiksa sebaiknya melalui Polda Metro Jaya. Kan itu biasa prosesnya, kalau ada di luar kota, Polda sana minta ke Polda sini, tidak harus orangnya ke sana," tambah Noersjahbana.
Meski menjadi tersangka, ia mengaku Abraham belum akan mundur sebagai pimpinan KPK.
"Itu belum," jawa Noersjahbana saat ditanya mengenai kemungkinan Abraham Samad mundur.
Dalam surat panggilan bernomor SP.Pgl/208/II/2015/Ditreskrimum tertanggal 16 Februari 2015 yang ditandatangani Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel Kombes Joko Hartanto disebutkan agar Abraham Samad hadir menemui penyidik AKBP Adip Rojikan SIK, Ka Subddit IV Dit Reskrimum Polda Sulsel di Jalan Perintis Kemerdekaan Km 16 Makassar pada hari Jumat tanggal 20 Februari 2015 pukul 09.00 WITA untuk didengarkan keterangannya sebagai trsangka dalam perkara tindak pidana Pemalsuan Surat atau tindak pidana Administrasi Kependudukan.
Laporan
Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat yang juga menjadi tersangka pemalsuan dokumen paspor. Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.
Artinya, hanya ada dua pimpinan KPK saat ini yang tidak berstatus tersangka yaitu Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain karena Bambang Widjojanto juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 oleh Bareskrim Polri.
Namun Adnan Pandu Praja juga sudah dilaporkan pada 24 Januari 2015 oleh ahli waris pemilih PT Deasy Timber karena diduga memalsukan surat akta perusahaan pada 2005 saat menjadi kuasa hukum perusahaan yang bergerak dalam bidang hak pengelolaan hutan (HPH) tersebut.
Sedangkan pada 28 Januari 2015, Zulkarnain dilaporkan Aliansi Masyarakat Jawa Timur karena diduga menerima uang dan gratifikasi berupa mobil saat mengani tindak pidana korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) pada 2008 yang menjadikan 186 orang sebagai tersangka.
Zulkarnain menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur saat itu. Ia diduga melakukan tebang pilih atas penetapan 186 tersangka yang merupakan penerima P2SEM misalnya tidak memeriksa Gubernur Jatim Imam Utomo dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Suyono.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015