Terjadinya kerusakan daerah resapan ini mengakibatkan mata air jauh berkurang, meskipun saat ini musim hujan."

Yogyakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta meminta Pemerintah Kabupaten Sleman segera menghentikan operasi penambangan pasir ilegal di lahan masyarakat lereng Merapi karena terbukti telah merusak lingkungan.

"Akibat penambangan ilegal itu debit air sumur warga mengering," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DIY, Halik Sandera saat melakukan audiensi didampingi Warga Peduli Lereng Merapi di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (Aji) Yogyakarta, Senin.

Menurut Halik, penambangan yang telah berlangsung sejak November 2014 di empat desa yakni desa Purwobinangun dan desa Hargobinangun Kecamatan Pakem, dan desa Wonokerto dan desa Girikerto Kecamatan Turi telah mengganggu persediaan air tanah dalam. Hal itu mengakibatkan debit sumur atau sumber air masyarakat berkurang.

Padahal, kata Halik, selain sebelumnya sebagai area pertanian produktif, lahan yang ditambang secara ilegal itu juga merupakan area resapan yang penyedia cadangan air bagi masyarakat bukan hanya untuk wilayah Lereng Merapi saja, melainkan juga Bantul dan Kota Yogyakarta.

"Terjadinya kerusakan daerah resapan ini mengakibatkan mata air jauh berkurang, meskipun saat ini musim hujan," kata dia.

Aktivis Warga Peduli Merapi, Tono mengatakan selain terganggunya debit air, aktivitas penambangan ilegal itu juga mengakibatkan kerusakan jalur evakuasi bencana, sebab setiap harinya selalu dilalui truk pengangkut material yang melebihi beban jalan. "Per hari rata-rata bisa lewat 500 truk," kata dia.

Selain itu, aktivitas pengerukan pasir yang menurut dia rata-rata telah mencapai kedalaman 20 meter itu juga berpotensi mengakibatkan terjadinya tanah longsor di jalur evakuasi sepanjang jalan di wilayah Padukuhan Ngepring sampai puncak Turgo. "Potensi longsor mulai Ngepring sampai puncak Turgo tinggi, apalagi saat ini masih musim hujan," kata dia.

Tono menjelaskan, aktivitas penambangan yang sebelumnya berlangsung di sungai beralih ke lahan milik rakyat bermula sejak rekomendasi normalisasi sungai Boyong oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak berakhir sejak November 2014.

Sejak saat itu berbagai perusahaan tanpa memiliki izin mulai menambang di lahan pertanian milik warga yang telah dibeli dengan tetap menggunakan alat berat. "Selama ini kami melihat tidak ada ketegasan dari pemerintah," kata dia.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015