Juba (ANTARA News) - Pemerintah Sudan Selatan, Senin, mengancam membungkam wartawan jika menyiarkan wawancara dengan pemberontak, yang terlibat dalam perang saudara.
"Kami akan menutup media Anda jika mewawancarai pemberontak mana pun di sini untuk menyebarkan rencana serta kebijakannya di Sudan Selatan," kata Menteri Penerangan Michael Mauei.
Tanggapan itu dibuatnya setelah stasiun radio setempat menyiarkan wawancara dengan pemimpin oposisi.
"Jika Anda bisa mewawancarai pemberontak dan menyebarkan pikiran kotor mereka serta meracuni otak masyarakat, itu agitasi negatif," katanya.
"Anda bisa bergabung dengan mereka, atau kami akan menempatkan Anda di tempat dimana Anda tidak bisa bicara," kata Makuei dalam ancaman terbaru terhadap kebebasan pers di negara termuda itu.
Kelompok hak asasi manusia berulangkali memperingatkan bahwa pasukan keamanan telah menekan jurnalis, membungkam debat mengenai bagaimana mengakhiri perang sipil yang telah menewaskan ribuan orang dalam 14 bulan terakhir.
Wartawan Tanpa Batas pada Februari mengatakan peringkat Sudan Selatan dalam hal kebebasan pers turun enam tingkat, sehingga menempatkannya pada posisi ke 125 dari 180 negara dengan tingkat kebebasan pers paling parah.
Organisasi tersebut mengatakan perang "menjadi pukulan keras bagi kebebasan pers," dan menekankan bahwa "media pemberitaan diperingatkan untuk tidak meliput isu-isu keamanan dan jurnalis tidak bisa bekerja dengan baik karena perang itu".
Pertempuran pecah pada Desember 2013 ketika Presiden Salva Kiir menuduh mantan wakilnya Riek Machar berupaya melakukan kudeta, sehingga memicu serangkaian aksi pembunuhan balas dendam di seluruh negeri.
Perang terus berlanjut meski sudah ada sejumlah kesepakatan gencatan senjata.
Lebih separuh dari 12 juta penduduk negara itu membutuhkan bantuan, demikian dilaporkan PBB, yang juga memberikan perlindungan bagi sekitar 100 ribu warga sipil yang terjebak dalam kamp dikelilingi kawat berduri, dan tidak berani keluar kamp karena takut dibunuh. Demikian laporan AFP,
(Uu.S022/B002)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015