Seoul (ANTARA News) - Presiden Korea Selatan Park Geun-Hye, Senin, akhirnya memiliki perdana menteri baru, setelah tiga kali pencalonan, meskipun muncul pernyataan anggota parlemen oposisi bahwa calonnya itu tidak layak secara moral.
Lee Wan Koo, anggota terkemuka parlemen dari partai berkuasa Park, Saenuri, disetujui parlemen dengan 148 berbanding 128 suara setelah pencalonan berliku-liku.
Perdana menteri adalah sebuah jabatan simbolis di Korea Selatan yang kekuasaan terkonsentrasi di eksekutif. Perdana menteri juga merupakan satu-satunya anggota kabinet yang pencalonannya membutuhkan persetujuan parlemen.
Perdana Menteri sebelumnya, Chung Hong Won, mengundurkan diri pada April tahun lalu di tengah kecaman publik terkait respon pemerintah terhadap bencana kapal feri Sewol yang menewaskan lebih dari 300 orang.
Peringkat popularitas Presiden Park juga jatuh setelah tragedi Sewol dan keberuntungan politiknya tidak terbantu oleh beberapa usaha yang gagal untuk menunjuk pengganti Chung.
Calon pertama Park adalah seorang pensiunan hakim agung. Ia dipaksa mengundurkan diri karena munculnya kritikan atas penghasilan besar yang diperolehnya dari praktik swasta setelah pensiun.
Calon yang kedua adalah mantan wartawan Moon Chang-Keuk yang mengundurkan diri atas komentarnya terkait kekuasaan kolonial represif Jepang di Semenanjung Korea adalah "kehendak Tuhan".
Park yang tampak khawatir dengan proses pencalonan yang alot tidak punya pilihan lain selain menolak pengunduran diri awal Chung.
Pencalonan Lee pun tidak mulus.
Partai oposisi utama, Aliansi Politik Baru untuk Demokrasi (NPAD) telah mendesak dia untuk mundur secara sukarela dengan menuduhnya berspekulasi di bidang real estate dan membeli sebuah apartemen mewah dengan dana politik ilegal.
Pada sidang konfirmasinya, NPAD juga mengungkapkan rekaman pembicaraan Lee dengan wartawan. Dia menekan wartawan untuk berhenti membuat laporan negatif tentang dia.
Sebuah survei Korea Selatan pada Januari menyebutkan bahwa tingkat persetujuan Park telah berada di titik terendah dengan angka 29 persen, yang mengancam upayanya untuk memulihkan perekonomian yang lesu, demikian dilaporkan AFP.
(G003/B002)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015