Orang mungkin akan lebih berhati-hati dengan informasi mengenai mereka."Los Angeles (ANTARA News) - Bagi sebagian besar nominator Oscar, minggu-minggu sebelum puncak acara pada 22 Februari 2015 merupakan saat-saat menegangkan. Namun, Laura Poitras yang memproduksi film mengenai Edward Snowden menilai ibarat jalan sehat di tengah pemantauan Amerika Serikat (AS) yang di luar kendali.
Laura Poitras termasuk salah seorang yang filmya, "Citizenfour", masuk unggulan meraih Oscar untuk kategori film dokumenter. Ia mendokumentasikan sosok mantan konsultan Badan Keamanan Nasional AS (NSA) Edward Snowden, yang mengungkap masifnya operasi pemantauan intelijen Negeri Paman Sam.
Ia pun menilai, menemukan bahwa hidupnya telah berubah seperti novel mata-mata. Saat paling berisiko adalah ketika ia akan bertemu dengan Snowden di Hongkong bersama wartawan Glenn Greenwald, orang kedua yang dihubungi Snowden.
"Saya mengambil beberapa langkah jaga-jaga yang ekstrim," katanya.
Laura juga mempunyai komputer terpisah yang hanya digunakannya di tempat umum.
"Saya tidak membawa telepon seluler selama setahun setelah saya memulai peliputan ini, karena saya tidak ingin menyebarkan lokasi saya," katanya kepada AFP dalam sebuah wawancara di Los Angeles, AS.
Periode itulah yang diceritakan Laura dalam "Citizenfour", judul film yang merujuk pada nama samaran yang digunakan Snowden saat mengontaknya.
Poitras sudah memenangi sejumlah penghargaan atas film "Citizenfour", termasuk penghargaan film di Inggris (Bafta) untuk kategori film dokumenter terbaik.
Piala Oscar akan "memberikan lebih banyak perhatian terkait isu ini, pemantauan," katanya.
Ia meyakini bahwa pengungkapan Snowden, yang mengantarkan dua wartawan Guardian dan Washington Post yang meliputnya memenangi hadiah Pulitzer, juga bakal membantu mendorong "kepedulian atas apa yang dilakukan pemerintah untuk mengumpulkan informasi... dan risiko yang mereka hadapi."
"Orang menggunakan lebih banyak sandi. Google menggunakan lebih banyak sandi server mereka. Orang mungkin akan lebih berhati-hati dengan informasi mengenai mereka," katanya.
Di atas semua itu, ia menilai, pengungkapan tersebut menggarisbawahi bahwa "badan-badan intelijen menjadi di luar kendali dan gerak mereka lebih cepat dari undang-undang yang mengatur mereka."
"Citizenfour", bagian ketiga dari trilogi mengenai perang pemerintah AS melawan terorisme, diproduksi bersama Steven Soderbergh dan disunting oleh Mathilde Bonnefoy dari Prancis.
Film itu memperlihatkan Snowden yang menjelaskan kepada Poitras, Greenwald, dan wartawan Guardian Ewen MacAskill, sistem mata-mata yang dikenal sebagai Prism US, yang memantau data dan komunikasi NSA.
Karya sinematografi tersebut juga menunjukkan bagaimana Snowden yang berusia 31 tahun begitu paranoid terhadap kamera dan telepon.
Tirai-tirai hotel ditutupnya, dan Snowden selalu stres saat ada suara keributan.
"Kita juga melihat dia menjelaskan motivasinya, kekhawatirannya mengenai pacarnya yang dilecehkan, rasa bersalah telah lari dari AS tanpa memberitahunya, dan kemudian bersatu kembali dengannya di Rusia," ujar Laura Poitras.
Snowden hingga kini masih tetap menjadi buron AS dan tinggal di Moskow.
"Motivasi film ini adalah untuk menceritakan apa yang terjadi, apa motivasi dan kenapa ia mengambil risiko," kata Poitras.
Ia mengatakan, pengakuan atas filmnya "mungkin memberi sedikit perlindungan bagi saya jika sewaktu-waktu pemerintah akan mengejar saya dengan berbagai bentuk upaya hukum."
"Ibarat pedang bermata dua. Orang bisa menghubungi saya dengan proyek-proyek yang tidak akan menyentuh saya sebelumnya, jadi ini profil tinggi," katanya.
Ia menambahkan, "Namun, sebagian besar dari apa yang saya telah lakukan hari ini, saya bisa lakukannya karena saya termasuk orang yang merendah. Jadi, mungkin beberapa orang sekarang berpikir bahwa saya pun sekarang sudah di atas radar." (Uu.S022)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015