Harus ada kehadiran negara dalam perangkan hukum untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual,"

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka menegaskan negara harus melindungi perempuan melalui perangkat hukum sehingga penting agar Undang-Undang Anti Kekerasan Perempuan masuk dalam Proyeksi Legislasi Nasional.

"Harus ada kehadiran negara dalam perangkan hukum untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual," kata Rieke dalam konferensi pers di Gedung Nusantara III, Jakarta, Jumat.

Menurut dia persoalan kekerasan seksual seharusnya jangan dianggap sebelah mata dan itu bukan diranah publik namun private.

Rieke mengatakan harus ada UU yang sifatnya lex specialis untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual.

"Saya soroti kasus-kasus yang diadukan ke Komisi IX DPR RI terkait pekerja rumah tangga yang ada di dalam dan luar negeri. Pengaduan itu bukan hanya pelecehan seksual saja namun terjadi pemerkosaan hingga hilanggnya nyawa," ujarnya.

Rieke mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak bisa masuk dalam Prolegnas 2015-2019 namun masih ada harapan untuk melindungi perempuan dari kekerasan.

Dia menjelaskan saat ini sedang dibahas revisi UU nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan TKI di Luar Negeri yang bisa dimaksimalkan bagaimana perlindungan untuk perempuan menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

"Itu dapat dilakukan mulai dari rekrutmen dan hingga penampungan pekerja perempuan karena rentan mendapat kekerasan seksual," katanya.

Menurut Rieke masih ada peluang agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam Prolegnas dengan syarat bukan hanya diajukan dari komisi dan fraksi namun bisa melalui perorangan anggota DPR RI serta masyarakat.

Anggota DPD RI Anna Laticonsina mengatakan penting RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam Prolegnas. Namun menurut dia, DPD RI hanya diperbolehkan mengusulkan 50 RUU dalam Prolegnas 2015-2019

"Namun banyak pihak yang menilai RUU ini belum perlu untuk dimasukkan dalam Prolegnas," ujarnya.

Dia mengatakan kekerasan seksual terhadap perempuan bukan hanya terjadi di kota besar namun di wilayah desa-desa.

Komisioner Komnas Perempuan Masruchah mengatakan negara harus hadir dengan membuat payung hukum untuk lindungi perempuan dari kekerasan seksual.

Dia mencontohkan sepanjang 2014 tercatat 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan, 16.403 kasus ditangani oleh 195 lembaga layanan dan 263.285 kasus bersumber pada data kasus atau perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama.

"Kasus kekerasan seksual perempuan angkanya luar biasa, penting dipikirkan agar ada payung hukum agar ada perlindungan hukum," katanya.

Dia menekankan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual penting masuk dalam Prolegnas karena perempuan rentan terkena kekerasan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015