Kudus (ANTARA News) - Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, masih membutuhkan tempat usaha karaoke sebagai tempat hiburan bagi masyarakat setempat, kata Ketua DPRD Kabupaten Kudus Masan.

"Hanya saja, tempat hiburan karaoke yang dimaksud harus memenuhi beberapa persyaratan guna meminimalkan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat luas," ujarnya ketika menerima perwakilan pengunjuk rasa yang menuntut penutupan tempat hiburan karaoke tak berizin di Kudus, Kamis.

Ia mengatakan, persyaratan yang haru dipenuhi yakni, tidak menyediakan minuman keras, pemandu karaoke dan bilik yang ada juga harus transparan.

"Intinya, tempat karaoke tersebut merupakan karaoke keluarga," ujarnya.

Menurut rencana, kata dia, DPRD Kudus akan membahas peraturan daerah tentang tempat usaha kafe dan karaoke serta hiburan malam pada Maret 2015.

Awalnya, pembahasan perda tersebut dijadwalkan Februari 2015, namun pihak eksekutif belum siap dengan hal itu sehingga diundur bulan Maret 2015.

Pada pekan depan, kata dia, dewan juga akan mengundang pengusaha perhotelan, kafe dan karaoke di Kudus untuk menyerap aspirasi mereka.

Aksi unjuk rasa yang digelar di depan pintu gerbang gedung DPRD Kudus hari ini (12/2), untuk menuntut penutupan tempat hiburan malam yang tidak dilengkapi dengan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP).

Para pengunjuk rasa selain berorasi juga mengusung sejumlah poster bertuliskan "kafe mesum, waspadai eksodusnya PK Dolly, kafe karaoke = sumber maksiat, Satpol PP memble tertibkan kafe".

Koordinator aksi yang juga Ketua Lembaga Pemerhati Aspirasi Publik Kudus Achmad Fikri mengungkapkan, banyak tempat usaha pariwisata, hotel, dan karoke yang berkedok kafe dan restauran ternyata belum mengantongi izin TDUP.

"Tempat usaha tersebut dalam beroperasi juga hanya mengandalkan izin gangguan (HO) sebagai izin pendirian usaha," ujarnya.

Ia menganggap, Pemkab Kudus berlaku diskriminatif dalam menegakkan perda.

Hal itu, kata dia, terlihat dalam penertiban PKL di Kudus meskipun mereka mengais rejeki hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga ditertibkan dengan mengerahkan personel dalam jumlah yang banyak.

Penertiban tersebut, lanjut dia, lantaran para PKL melanggar tempat untuk berjualan yang memanfaatkan trotoar atau badan jalan, sedangkan tempat usaha karaoke yang mampu meraup hasil jutaan rupih setiap malamnya dan jelas-jelas tidak mengantongi perizinan teknis, seperti izin gangguan, IMB, TDUP maupun perizinan lainnya justru tidak ditindak.

Selain itu, kata dia, tempat usaha tersebut juga memunculkan stigma negatif karena menjadi tempat maksiat.

Untuk itu, pengunjuk rasa mendesak kepada Pemkab Kudus dan DPRD setempat agar mengambil langkah strategis guna menjamin tertibnya tempat usaha perhotelan maupun karaoke yang berkedok sebagai kafe dan restauran.

Pewarta: Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015