Ibu (Susi Pudjiastuti) mengeluarkan peraturan yang tiba-tiba tanpa ada sosialiasi atau tenggang waktu,"

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Soeharto atau kerap disapa Titiek Soeharto meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti lebih memperhatikan nasib pembudidaya kepiting di sejumlah daerah.

"Ibu (Susi Pudjiastuti) mengeluarkan peraturan yang tiba-tiba tanpa ada sosialiasi atau tenggang waktu," katanya dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Susi di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan, saat kunjungan kerja Komisi IV DPR, ditemui asosiasi perikanan yang mengajukan komplain tentang aturan kepiting soka yang dikeluarkan KKP.

Dia menuturkan, sudah banyak pembudidaya yang telah panen kepiting, tetapi hasil panen tersebut sekarang praktis tidak bisa diapa-apakan karena ada larangan hasil peraturan KKP tersebut.

"Dinas Perikanan Sumatera Utara mengatakan ada ratusan ton kepiting soka siap diekspor tapi tidak bisa diapa-apakan," katanya dan menambahkan, hasil panen itu harus terserap.

Sebagamana diberitakan, KKP telah memberlakukan Permen KP No 1/2015 untuk membatasi penangkapan dan perdagangan lobster, kepiting, dan rajungan yang populasinya semakin menurun.

Berdasarkan Permen tersebut, penangkapan lobster (Panulirus sp) dapat dilakukan dengan ukuran panjang karapas di atas delapan sentimeter, kepiting (Scylla spp) dengan ukuran lebar karapas di atas 15 sentimeter, dan rajungan (Portunus pelagicus spp) dengan ukuran lebar karapas di atas 10 sentimeter.

Selain itu, aturan tersebut juga melarang penangkapan atas lobster, kepiting, dan rajungan dalam kondisi bertelur.

Sejak diberlakukannya peraturan tersebut, seluruh jajaran yang ada di KKP menjalankan amanah dari peraturan tersebut, misalnya Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BBKIPM) Jakarta I turut senantiasa bersiaga penuh.

Sepanjang periode Januari 2015, BBKIPM Jakarta I telah tercatat ratusan kali penolakan ekspor dan domestik masuk terdiri dari kepiting dan lobster bertelur.

Setiap hari rata-rata menolak 10-20 pengiriman dengan kapal untuk domestik masuk dan 5-7 pengiriman dengan kapal untuk ekspor.

Terakhir pada Kamis (29/1) pukul 03.30 WIB, telah digagalkan upaya ekspor kepiting dan lobster bertelur sebanyak 5 pengiriman dengan kapal milik beberapa perusahaan dengan tujuan Tiongkok.

Ukuran kepiting bertelur yang akan diekspor tersebut mendekati ukuran 1.000 gram/ekor dan lobster 400 gram/ekor.

Di sejumlah daerah juga telah dicegah perdagangan komoditas yang tidak sesuai aturan, seperti di BBKIPM Kelas I Balikpapan yang pada 25 Januari 2015 lalu menemukan kepiting bertelur sebanyak 118 ekor dan kepiting di bawah ukuran 200 gram sebanyak 54 ekor tujuan Jakarta, dan 20 ekor tujuan Semarang.

Selain itu, ditemukan pula pengiriman kepiting di bawah ukuran 200 gram tujuan Jakarta sebanyak 59 ekor, dengan modus menempatkan kepiting bertelur pada posisi bagian bawah, sehingga tidak terlihat langsung oleh petugas.

Pada 26 Januari 2015, petugas BBKIPM Kelas Balikpapan kembali menemukan kepiting yang tidak memenuhi ukuran tangkapan yang telah diatur untuk tujuan Jakarta sebanyak 86 ekor dan tujuan Singapura sebanyak empat ekor.

Lalu, 27 Januari 2015 dilakukan penolakan pengiriman kepiting bertelur sebanyak dua ekor tujuan Singapura dan kepiting di bawah ukuran 200 gram sebanyak 289 ekor tujuan Singapura dan Jakarta, sedangkan untuk media pembawa rajungan bertelur ditemukan sebanyak satu ekor dan di bawah ukuran 55 gram sebanyak 160 ekor.

Sedangkan petugas Karantina Ikan di lingkup Balai KIPM Kelas I Surabaya I berhasil menggagalkan pengiriman kepiting sebanyak 68 koli atau 5.810 ekor yang rencananya akan diekspor ke Tiongkok dan Hong Kong pada jangka waktu Senin (26/1) sampai dengan Rabu (28/1).

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015