Jakarta (ANTARA News) - Status badan hukum PT Jamsostek (Persero) direncanakan akan diubah menjadi Badan Penyelenggara (BP) seperti Bank Indonesia (BI) yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Wacana tersebut diungkapkan Direktur Utama PT Jamsostek (Persero) Iwan P Pontjowinoto di sela acara syukuran hari jadi ke-29 PT Jamsostek di Jakarta, Selasa. Di sisi lain perubahan status tersebut dipertanyakan karena ada indikasi perubahan status itu memberi peluang bagi serikat pekerja untuk memperbanyak wakilnya pada badan pengawas atau komisaris. Seperti sebelumnya, Iwan kembali berwacana bahwa status perusahaan terbatas (PT) persero yang disandang Jamsostek akan diubah menjadi badan penyelenggara. "Kemungkinan besar PT Jamsostek sebagai badan penyelengara baru terealisasi pada tahun 2008 setelah UU No.3 tahun 1992 selesai diamandemen dan Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2004 selesai direvisi," kata Iwan. Dengan berbentuk badan penyelenggara, nantinya pengelola badan ini akan dipilih oleh dewan waliamanah yang terdiri dari kalangan pekerja, pengusaha, pemerintah dan lainnya. "Jadi bisa saja bukan saya, atau direksi lainnya yang akan menjalankan dan mengelola badan ini," ujarnya. Badan Penyelenggara Jamsostek, nantinya juga tidak lagi mengejar keuntungan (nirlaba), tapi mengenakan biaya atas dana yang dikelolanya. "Selama ini pelaksana program Jamsostek mendapat fee dari keuntungan sebesar 1,6-2 persen dari hasil keuntungan. Dengan status BP nanti hal itu tidak ada lagi," katanya. Dampaknya, PP 22 tahun 2004 akan segera direvisi untuk menyiapkan Jamsostek sebagai badan penyelenggara. Dengan direvisinya PP 22, kata Iwan, ada tiga poin penting yang ingin dicapai, yaitu pemisahan harta pemegang saham dengan harta peserta, peran badan penyelenggara bukan sebagai pemilik dan aturan pengelolaan khususnya keberpihakan pada pekerja. Iwan menjelaskan selama ini aturan pengelolaan belum sepenuhnya berpihak pada pekerja tapi mengacu pada pertimbangan tingkat keamanan, tingkat hasil dan tingkat likuiditas. Amandemen UU Sementara itu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Soeparno yang hadir dalam acara tersebut mengatakan UU nomor 3/1992 Jamsostek juga akan diamandemen. Hal tersebut menurutnya sudah menjadi keputusan inisiatif DPR, dan sidang paripurna sudah memutuskan komisi IX segera membahas amandemen UU tersebut. "Kita akan lebih fokus pada amandemen UU-nya itu sendiri. Nanti setelah diamandemen, baru kita merevisi PP-nya, Kepmen dan sebagainya, karena terkait pelaksanaanya nanti," kata Erman. Ia mengatakan, lebih baik berpedoman pada amandemen UU yang baru daripada nanti rancu. Menurut Menaker, dalam amandemen ada pemikiran baru bagaimana konsep jaminan sosial tidak hanya meliputi empat program yang ada sekarang (JHT, JKK, JPK dan JK). Namun, pada program JHT akan digabung dengan jaminan pesangon atau jaminan pensiun. Program baru itu diharapkan memberi kepastian kepada buruh bahwa pesangonnya akan dibayar. Saat ini banyak kasus perusahaan yang tidak memberi kepastian pesangon saat usahanya bermasalah dan Jamsostek tidak bisa membantu karena tidak ada jaminan tentang pesangon, katanya. Institusi penyelenggara program jaminan sosial buruh itu juga akan dibahas dalam amandemen tersebut. "Apakah bersifat PT, badan penyelenggara atau waliamanah. Jika, sebagai BUMN (PT) ada orientasi kinerja pada peraihan keuntungan. Itu bagian yang harus dibenahi," kata Erman.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006