Jakarta (ANTARA News) - DPR RI menilai pemerintah tidak serius menangani masalah ketersediaan pupuk karena setiap musim tanam kelangkaan masih terjadi sehingga harganya melambung."Pemerintah selalu kesulitan menghadapi masalah pupuk, di samping ketidaksiapan pasokan gas juga sistem distribusi yang buruk," kata Jacobus Mayong Padang dalam Rapat Gabungan Komisi IV, Komisi VI DPR RI dengan Menko Perekonomian, Menperin, Mendag, Mentan dan Menneg BUMN di Jakarta, Selasa.Menurut Jacobus wakil dari fraksi PDIP ini, perlu studi mendalam bagaimana mengatasi persoalan pasokan gas, dan distorsi distribusi pupuk, bisnis model subsidi pupuk, sehingga mulai 2008 para petani aman untuk melakukan aktivitasnya.Sementara itu anggota DPR fraksi Golkar Azwir D Tara, mengatakan, lemahnya koordinasi antara menteri terkait membuat sistem pengawasan dan distribusi pupuk hancur. "Pupuk bersubsidi yang seharusnya digunakan petani justru ada yang jatuh ke tangan perusahaan besar, bahkan beredar di perkebunan di Malaysia," ujar Azwir. Ia juga menyoroti bahwa pemerintah tidak memiliki konsep mengatasi masalah-masalah yang dihadapi petani. "Selama konsep hanya sebatas wacana maka masalah pupuk tidak akan selesai," katanya. DPR Komisi IV dan Mentan telah sepakat mempertahankan harga eceran tertinggi (HET) pupuk urea Rp1.200 per kg, dan non urea SP-36 Rp1.550 per kg, ZA RpRp1.050 per kg, NPK Rp1.750 per kg. Implikasi dari kebijakan itu adalah diperkirakan dana subsidi yang tersedia sesuai APBN 2007 hanya mencukupi 280 hari. Kalaupun kebijakan itu diteruskan hinnga akhir 2007 maka butuh tambahan subsidi pupuk sebesar Rp1,6 triliun-Rp1,8 triliun, melalui anggaran biaya tambahan tahun anggaran 2007. Menko Perekonomian Boediono mengatakan, subsidi itu merupakan kebijakan sementara yang pada saatnya akan dihilangkan. "Untuk 2007 pemerintah sudah menyetujui anggaran anggaran subsidi pupuk sebesar Rp5,797 triliun yaitu mensubsidi pupuk urea dan non urea sebanyak 6,7 juta ton," kata Boediono. Juga sudah disepakati bahwa sistem subsidi yang digunakan adalah subsidi harga, dan subsidi disalurkan melalui BUMN Pupuk yakni PT Pusri, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Kujang, PT Petro Kimia Gresik. Menurut Menko Perekonomian, pemerintah saat ini belum sampai pada keputusan menaikkan HET pupuk bersubsidi. "Masih lebih berkonsentrasi pada pengamanan musim tanam akhir 2006/awal 2007 sampai musim panen triwulan I 2007 yang mundur akibat pengaruh iklim," kata Boediono. Sementara itu, Menperin Fahmi Idris menjelaskan kebutuhan pupuk nasional hingga 2010 diperkirakan mencapai 11 juta ton per tahun, jauh lebih tinggi dibanding total kapasitas produksi yang saat ini mencapai 7,72 juta ton. "Untuk memenuhi kebutuhan itu perlu dikaji beberapa kemungkinan seperti penambahan kapasitas produksi, dengan cara nerelokasi pabrik dan penggunaan teknologi yang lebih maju," ujar Fahmi. Ia juga menyoroti perlunya pengambilan keputusan yang tegas soal pasokan gas, karena saat ini industri pupuk mengalami defisit pasokan gas. "Bisa juga dilakukan mengalihkan pabrik pupuk ke pusat-pusat produksi gas, sehingga biaya operasi dan harga gas lebih rendah," kata Fahmi. Sementara itu, Meneg BUMN Sugiharto mengatakan BUMN produsen pupuk akan terlibat aktif dalam melakukan pengawasan pupuk bersubsidi tersebut. "Pemantauan dan penyaluran pupuk dilakukan di lini I sampai dengan IV sesuai dengan tanggungjawab masing-masing," kata Sugiharto. Ia menjelaskan, terkait pengawasan distribusi, Kementerian BUMN telah menjatuhkan sanksi berupa teguran pengurangan alokasi dan pemberhentian sementara/tetap terhadap distributor dan pengecer yang melakukan pelanggaran.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006