Ini adalah tragedi dalam skala besar dan pengingat bahwa lebih banyak nyawa bisa hilang jika upaya keselamatan mereka tergantung pada belas kasihan dari laut."

Roma (ANTARA News) - Lebih dari 300 orang mungkin tewas pekan ini setelah mencoba mencapai Italia dari Libya dengan menggunakan empat kapal berbeda di tengah badai, menurut badan pengungsi PBB (UNHCR), Rabu, setelah berbicara dengan beberapa orang yang selamat.

Peningkatan tajam jumlah imigran tewas ketika mencoba menyeberangi Laut Tengah telah memunculkan kembali kritikan pada keputusan Italia tahun lalu untuk mengakhiri misi pencarian dan penyelamatan skala penuh, yang dikenal sebagai Mare Nostrum, untuk menghemat biaya, lapor Reuters.

Mare Nostrum digantikan oleh misi kontrol perbatasan Uni Eropa yang disebut Triton, yang menggunakan lebih sedikit kapal dan memiliki wilayah operasi yang jauh lebih sempit.

Di antara insiden terbaru terkait imigran adalah penyelamatan sembilan penyintas oleh sebuah kapal tunda Italia dari dua perahu imigran, pada Senin. Para penyintas itu dibawa ke Pulau Lampedusa Italia, Rabu. Lebih dari 200 orang yang lain masih belum ditemukan.

Kedua kapal itu merupakan bagian dari armada empat kapal yang meninggalkan pantai di dekat ibukota Libya, Tripoli, pada Sabtu, kata Charlotta Sami, juru bicara Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) di Italia.

Sebuah perahu ketiga, membawa sekitar 100 imigran, masih hilang, menurut para penyintas kepada UNHCR. Di antara yang hilang - sebagian besar imigran adalah pria muda Afrika - adalah seorang anak berusia 12 tahun.

Penjaga pantai Italia menyelamatkan 105 orang pada Minggu dari perahu keempat. Kondisi laut sangat ekstrem, dengan gelombang setinggi delapan meter (26 kaki) dan suhu hanya beberapa derajat di atas nol. Dua puluh sembilan imigran tewas karena hipotermia saat penjaga pantai membutuhkan waktu 18 jam untuk dapat mengangkut mereka ke Italia.

UNHCR mencatat lebih dari 300 imigran diperkirakan ada di empat kapal yang hilang, hampir 30 kali lebih banyak korban tewas sejak awal 2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, ketika misi Mare Nostrum masih berlangsung.

"Ini adalah tragedi dalam skala besar dan pengingat bahwa lebih banyak nyawa bisa hilang jika upaya keselamatan mereka tergantung pada belas kasihan dari laut," kata Vincent Cochetel, Direktur Biro Eropa UNHCR, dalam sebuah pernyataan.

"Menyelamatkan nyawa harus menjadi prioritas utama kami. Eropa tidak bisa terlambat."

Pada Selasa, Menteri Dalam Negeri Italia Angelino Alfano mengimbau untuk sebuah reaksi Eropa yang "lebih kuat" guna mengatasi krisis itu.

Paus Fransiskus mengatakan kepada peziarah di Lapangan Santo Petrus pada Rabu bahwa ia "mengikuti dengan prihatin berita dari Lampedusa". Dia mengatakan akan berdoa bagi para korban dan "kembali mendorong solidaritas sehingga mereka yang membutuhkan dapat diselamatkan".

(Uu.G003/T008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015