Jakarta (ANTARA News) - Penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan tetap berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi meski sidang praperadilan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Pada dasarnya kami menghormati proses hukum termasuk langkah yang ditempuh tersangka pak BG (Budi Gunawan) di praperadilan," kata Deputi Pencegahan KPK Johan Budi di Jakarta, Senin.
Meski masih melakukan proses praperadilan, tapi penyidikan kasus tersebut terus berlangsung.
"Penanganan perkara jalan terus, baik tugas-tugas penindakan dan pencegahan masih dilakukan oleh KPK. Tentu saya tidak jujur kalau mengatakan kinerja KPK tidak terganggu, memang terganggu tapi bukan berarti pekerjaan ditinggalkan, jadi penanganan perkara maupun pencegahan seperti membuat kajian-kajian terus dilakukan," jelas Johan.
KPK juga sudah siap membuktikan penanganan perkara itu di praperadilan.
"Tadi tim hukum KPK sudah hadir dan menyaksikan dari awal sampai akhir. Sidang besok sudah masuk ke materi, soal materi kita tunggu dan kesimpulan apakah KPK berwenang atau tidak melakukan penyidikan. Biar hakim yang memutuskan, KPK siap dalam kaitan dengan praperadilan," ungkap Johan.
Dalam kasus ini, sudah ada 13 saksi yang dipanggil, namun hanya satu orang yang memenuhi panggilan yaitu Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu yang memenuhi panggilan yaitu pada 19 dan 29 Januari 2015.
KPK pun sudah memanggil Budi Gunawan untuk diperiksa sebagai tersangka pada 30 Januari 2015, tapi ia tidak memenuhi panggilan karena beralasan masih mengajukan gugatan praperadilan.
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015