"Sekitar 59 persen menganggap Indonesia sedang mengalami resesi ekonomi, dan delapan dari 10 responden telah menyesuaikan kebiasaan belanja mereka," kata Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, anggapan tesebut muncul akibat adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada November tahun lalu.
Saat pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM, muncul kekhawatiran dari masyarakat terhadap dampaknya pada harga kebutuhan pokok dan transportasi.
Pada riset tersebut diketahui juga bahwa 52 persen responden akan mengurangi pengeluaran berupa pakaian, dan 47 persen menunda pembelian barang teknologi atau "gadget".
"Selain itu masyarakat juga melakukan penyesuaian dengan mengurangi liburan di luar rumah dan menghemat pemakaian gas dan listrik," ungkap Agus menjelaskan riset yang dilakukan pada 502 responden di seluruh Indonesia itu.
Di bagian lain, survei itu juga menemukan bahwa delapan dari 10 konsumen Indonesia optimistis keuangan personal akan tetap stabil dan membaik dalam 12 bulan ke depan.
Jjika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, optimisme kondisi keuangan pada Q4 merupakan yang terendah yaitu 80 persen, sedangkan Q1 83 persen, Q2 85 persen, dan Q3 85 persen, jelasnya.
Indonesia menduduki peringkat kedua pada Indeks Kepercayaan Konsumen bersama dengan Filipina dengan skor 120 berdasarkan hasil poin total riset tersebut.
"Walaupun pada kuartal ke-4 ada penurunan poin akibat perubahan harga BBM, namun secara umum tingkat keyakinan konsumen di Indonesia relatif tetap stabil," ujarnya.
Selain meneliti pola pengeluaran masyarakat, riset tersebut juga berfokus pada sentimen konsumen dan kepercayaan ekonomi, serta perhatian utama dan kebiasaan belanja.
Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015