"Wafatnya Mbak Djudjuk bukan hanya kami yang merasa kehilangan seorang sosok komedian legendaris, tetapi saya kira secara nasional juga kehilangan primadona Srimulat itu," kata Bambang Gentolet, saat mengantarkan jenazah Djudjuk diperistirahatan terakhir di Tempat Pemakaman Umum Astana Bonoloyo Solo, Sabtu siang.
Menurut Bambang Gentolet, Mbak Djujdjuk semasa hidupnya jika bermain dalam grup pelawak Srimulat sangat lugu dan sederhana, tetapi lawakannya sangat mudah dicernak atau diimbangi teman-teman lawan mainnya. Sehingga, Srimulat banyolannya sangat lucu dan bisa spontanitas.
Ia menuturkan, yang sangat berkesan saat lawan main di grup Srimulat dengan Mbak Djudjuk, ketikan dirinya ditampar pipinya dua kali oleh almarhumah.
"Saya ditampar oleh Mbak Djudjuk sungguhan dan terasa sakit. Namun, saya tidak apa-apa itu, dalam banyolan Srimulat dan membuat penonton ketawa sehingga rasa sakit menjadi tidak terasa," ungkap Bambang Gentolet.
Menurut dia, Grup Srimulat pertama dari Surabaya kemudian pindah Balekambang Solo, dan kemudian ke Jakarta. Mbak Djudjuk ini dulu sebagai primadona Srimulat, sehingga teman-teman main dipanggung bersemangat dan kreatif.
"Mbak Djudjuk biasanya memerankan sosok wanita Jawa yang berpakaian sopan, tetapi penggoda. Mbak Djudjuk banyolannya sering sebagai pengumpan lawan mainnya, sehingga lawaknya menjadi lucu," ujarnya.
Hal tersebut, juga dirasakan oleh pelawak senior asal Yogyakarta Marwoto Kawer dan Yati Pesek yang merasa kehilangan sosok pelawat nasional almarhumah Mbak Djudjuk Djuwariyah.
Menurut Marwoto Kewer, Mbak Djudjuk semasa hidupnya orang yang sederhana, meski beliau namanya sudah melejit di tingkat nasional.
"Mbak Djudjuk ini, juga menjadi panutan pelawak yuniornya, disiplin dan selalu konsisten dalam penampilan di grup Srimulat. Saya dulu pernah menjadi tamu istimewa di Srimulat saat di Surabaya," ucap Marwoto, mengenang.
Sementara anggota Srimulat yang hadir mengantarkan almarhumah Djudjuk ke peristirahatan terakhir selain Bambang Gentolet, Marwoto, Yati Pesek, juga Tri Retno Prayudati atau dikenal Nunung Srimulat, dan Gogon Margono.
Almarhumah Djudjuk yang dilahirkan di Surakarta pada tanggal 20 Maret 1947 pertama bergabung dengan Srimulat di Surabaya, 1968 sebagai penari. Almarhumah meningkah dengan pendiri Srimulat, yakni Teguh Slamet Rahardjo pada 1970.
Almarhumah meninggalkan empat orang anak yakni Eko Saputro, Ari Wibowo, Mia Permata, dan Sintia Perdana serta sembilan cucu.
Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015