"Ketika beban subsidi sudah diatasi berarti kita punya dana untuk membangun infrastruktur, itu harapannya. Jadi 5,7 persen sangat tergantung implementasi dana itu untuk pembangunan infrastruktur," katanya di Jakarta, Kamis.
Suhariyanto mengharapkan pemerintah benar-benar memanfaatkan ruang fiskal untuk mendorong pembangunan nasional, apalagi pengeluaran konsumsi pemerintah hanya tumbuh 1,98 persen pada 2014, atau menurun drastis dibandingkan 2013 yang tercatat 6,93 persen.
"Konsumsi pemerintah kecil karena daya serapnya rendah. Tapi, kalau dananya ditransfer ke infrastruktur dan di lapangan berjalan mulus, pasti akan tinggi. Mudah-mudahan, implementasi belanja modal tidak terkendala masalah pembebasan lahan," katanya.
Terkait pertumbuhan ekonomi triwulan I-2015, ia memperkirakan ekonomi masih sesuai trennya pada awal tahun, yaitu tumbuh tinggi terutama dari sektor industri pengolahan maupun sektor pertanian yang bisa memberikan kontribusi.
"Pola yang ada biasanya kuartal pertama itu dia tinggi karena didorong oleh pertanian. Jadi kalau musimnya berpihak pada kita, tidak banjir dan macam-macam, produk pertanian bisa menjadi penopang. Selain itu industri besar, atau pun kecil juga menjanjikan, tinggal adanya perbaikan dari suplai bahan bakunya," katanya.
Namun, Suhariyanto memastikan penyumbang distribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih berasal dari konsumsi rumah tangga, diikuti pembentukan modal tetap bruto atau investasi, ekspor dan impor serta konsumsi pemerintah.
"Struktur itu, dalam beberapa tahun ke depan, saya pikir masih seperti itu. Saya yakin kalau inflasi bisa dijaga, apalagi harga BBM bukan lagi sebagai pemicu (utama kenaikan inflasi), maka konsumsi rumah tangga masih akan lebih baik," katanya.
BPS mencatat perekonomian Indonesia 2014 secara akumulatif hanya tumbuh sebesar 5,02 persen, atau relatif melambat sejak lima tahun terakhir. Pada 2010, pertumbuhan ekonomi tercatat 6,38 persen, pada 2011 sebesar 6,17 persen, pada 2012 sebesar 6,03 persen dan pada 2013 sebesar 5,58 persen.
Sebelumnya, pemerintah dan Komisi XI DPR RI sepakat untuk menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam draf RAPBN-Perubahan 2015 dari usulan sebelumnya sebesar 5,8 persen menjadi 5,7 persen, karena perekonomian global diperkirakan masih mengalami perlemahan.
Perkiraan angka 5,7 persen tersebut berasal dari proyeksi baseline 5,1 persen, ditambah 0,5 persen dari upaya ekstra pemerintah sepanjang tahun 2015 serta 0,1 persen dari potensi memanfaatkan momentum kebijakan Quantitative Easing di Eropa.
Upaya ekstra yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi berasal dari tambahan belanja infrastruktur Rp105 triliun dari realokasi belanja BBM, tambahan PMN untuk BUMN Rp77 triliun dan tambahan belanja barang untuk peningkatan program kesejahteraan sosial.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015