"Laju rupiah masih bergerak stabil, namun bisa terganggu jika angka produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang akan diumumkan badan pusat statitistik (BPS) hari ini (5/2) di bawah ekspektasi," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Kamis.
Dari eksternal, Rangga mengatakan bahwa bank sentral Eropa (ECB) yang melarang Yunani menggunakan obligasi negara sebagai jaminan untuk pasokan likuiditas bisa memicu aksi jual mata uang berisiko salah satunya rupiah.
Kendati demikian, menurut dia, masih ada sentimen positif bagi pasar uang berisiko yakni pemangkasan Giro Wajib Minimum (GWM) oleh bank sentral Tiongkok (PBOC) yang berlaku hari ini.
"PBOC mengambil kebijakan lebih longgar seiring dengan perlambatan ekonominya, itu akan menjadi sentimen positif di Asia walaupun dibayangi ketegangan Yunani dan ECB," katanya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa biasanya pelonggaran kebijakan oleh Tiongkok akan menopang performa mata uang di kawasan Asia, salah satunya rupiah sehingga potensi bergerak ke area positif cukup terbuka.
Di sisi lain, lanjut Ariston, rupiah juga masih memiliki sentimen positif terkait lelang surat utang negara (SUN) yang cukup diminati investor.
Pemerintah menyerap dana sebesar Rp16 triliun dari lelang empat seri obligasi negara untuk memenuhi sebagian pembiayaan dalam APBN, dengan total penawaran yang masuk mencapai Rp40,23 triliun. Lelang ini melebihi target indikatif yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp12 triliun.
Menurut Ariston Tjendra, jumlah lelang yang melebihi target itu menandakan kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia. Pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus pemerintah akan menopang perekonomian secara jangka panjang.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015