Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta pada pekan depan diprediksi masih dalam kisaran sempit antara Rp9.100 sampai Rp9.150/dolar, meski sempat bergejolak hingga mendekati level Rp9.200. Pengamat pasar uang, Farial Anwar, di Jakara, pada akhir pekan ini mengatakan penurunan BI Rate tidak begitu berpengaruh terhadap pergerakan rupiah, meski sebelumnya sempat merosot mendekati level Rp9.200 per dolar AS. "Jadi kekhawatiran bahwa pihak asing akan mengalihkan dananya keluar negeri untuk mencari `yield` (imbal hasil) yang lebih tinggi tidak sepenuhnya benar," katanya. Ia mengatakan tingkat suku bunga di dalam negeri masih kompetitif dan tertinggi dibandingkan dengan suku bunga negara lain. Selain itu, ekonomi Indonesia tumbuh semakin baik yang mendorong pelaku asing cenderung menempatkan dananya di dalam negeri ketimbang negara lain, katanya. China sendiri yang ekonominya tumbuh di atas 10 persen menyatakan siap menginvestasikan dana baru ke Indonesia, karena pasar Indonesia yang dinilai cukup besar. Demikian pula India, Korea Selatan dan Jepang masih tetap menyatakan minatnya. Pelaku asing, lanjut Farial Anwar, masih bermain di pasar Indonesia meski dalam jangka pendek, seperti di pasar modal, tetapi ada juga yang melakukan investasi dalam jangka panjang, yakni lembaga keuangan internasional (IFC) yang memfokuskan diri terhadap usaha kecil dan menengah (UKM). "Yang perlu diwaspadai, bila pelaku asing melepas sahamnya secara tiba-tiba dan serentak untuk mencari untung (profit taking), akan bisa mengganggu pergerakan rupiah pada tahun depan yang saat ini dinilai relatif stabil," ucapnya. Dikatakannya penurunan BI Rate memang berpengaruh terhadap rupiah, tetapi tidak besar. Rupiah kemungkinan pada akhir tahun akan berkisar di level antara Rp9.050 sampai Rp9.100 per dolar AS. Nilai tukar rupiah tidak akan bergerak jauh naik atau turunnya, karena minat beli maupun jual pelaku pasar, baik terhadap rupiah maupun dolar AS, masih dalam kisaran sempit. "Rupiah tidak akan berfluktuasi dalam kisaran yang melebar, karena tidak ada faktor pendorong yang kuat, meski dolar AS di pasar regional cenderung melemah terhadap yen maupun mata uang utama Asia lainnya," ucapnya. Mata uang rupiah di akhir tahun, ia memperkirakan, akan bisa berkisar di level Rp9.100-Rp9.150 per dolar AS, namun sangat sulit berada di bawah level Rp9.000 per dolar AS. Rupiah awal pekan ini berkisar Rp9.133/9.137 dan pada perdagangan Selasa merosot menjadi Rp9.170/9.185 per dolar AS, hari berikutnya naik tajam jadi Rp9.155/9.161, dan hari keempat melemah jadi Rp9.165/9.165 per dolar AS, namun menjelang penutupan pasar menguat jadi Rp9.135/9.138 per dolar AS. Sementara itu, Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, mengemukakan rupiah pekan depan masih berada dalam posisi yang tidak jauh dari pekan sebelumnya. Rupiah memerlukan dukungan positif yang kuat untuk bisa kembali di bawah level Rp9.100 per dolar AS, baik dari internal maupun eksternal, katanya. Meski demikian, tambahnya, ada optimisme rupiah membaik seiring upaya pemerintah untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan terus membenahi infrastruktur untuk menarik investor asing maupun lokal menanam investasi di dalam negeri. (*)
Copyright © ANTARA 2006