Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch mencatat setidaknya ada sembilan perkara yang dilaporkan dengan menggunakan pasal yang sama dengan yang disangkakan kepada Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto namun belum ada kelanjutkan di pihak kepolisian.
"Proses penyidikan dalam perkara ini begitu cepat. Hal ini berbanding terbalik dengan perkara yang sama meskipun juga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Koalisi Save KPK mencatat ada 9 perkara yang dilaporkan dengan Pasal 242 KUHP ke Mabes Polri namun hingga saat ini tidak jelas perkembangannya," kata peneliti ICW yang juga anggota Koalisi Save KPK Emerson Yuntho melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Bambang disangkakan Pasal 242 KUHP juncto pasal 55 KUHP.
Pasal 242 ayat (1) berbunyi Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Sembilan laporan yang diajukan pada periode 2004-2014 tersebut adalah:
1. Bambang Harymurti (pemimpin redaksi), Achmad Taufik, Teuku Iskandar Ali, dan Bernarda Rurit (Majalah Tempo) yang melaporkan pemilik Artha Graha Tomy Winata pada 2004. Pelapor menyatakaan adanya dugaan sumpah palsu yang dilakukan Tomy Winata dalam persidangan pencemaran nama baik terhadap dirinya di PN Jakarta Pusat, 27 Oktober 2003. Tomy diduga membuat sumpah palsu karena membantah telah diwawancarai wartawan Tempo terkait berita berjudul "Ada Tomy di Tenabang"
2. Mantan Komisioner KPU Daan Dimara yang melaporkan mantan Komisioner KPU/Mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin pada 14 September 2006. Pelapor menyatakan Hamid di bawah sumpah tidak mengakui telah menghadiri rapat buat menentukan harga segel surat suara, Juni 2004 padahal para saksi menyebutkan bahwa Hamid hadir pada rapat itu.
3. Pengacara Andar Situmorang melaporkan penyanyi Ainur Rohima atau Inul Daratista pada 24 Juni 2009 karena Inul diduga telah membuat bukti-bukti palsu dan telah membuat laporan palsu, bersamanya, juga dilaporkan ke-10 pengacaranya dari kantor Hotman Paris dan rekan karena telah memalsukan dokumen
4. Crown Kapital pelaporkan Direktur TPI Edwin Endersen, Direktrur PT Global Mediakom Budi Rustanto, dan Legal Manager Bhakti Investama Sofy Regina pada 22 Oktober 2009 karena terlapor disebutkan telah melakukan tindakan memberikan keterangan palsu dibawah sumpah dalam persidangan pailit yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
5. Direktur PT Sarana Rekatama Dinamika Yohanes Waworuntu melaporkan tiga mantan menteri hukum dan HAM (Yusril Ihza Mahendra, Marsilam Simanjuntak, dan Hamid Awaludin) dan pengusaha Hartono Tanoesudibyo dan Hari Tanoesudibyo pada 14 Januari 2010. Pelaporan ketiga menteri tersebut terkait dengan dugaan berkolusi dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).
6. Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra melaporkan Jaksa Agung Hendarman Supanji pada 1 Juli 2010 karena Yusril menganggap Hendarman adalah Jaksa Agung yang tidak sah.
7. Mantan Ketua KPK Antasari Azhar melaporkan Jeffry Lumempouw dan Etza Imelda Fitri Mumu pada 18 Juni 2013.
8. Rahmadi G. Lentam melaporkan M. Husni Barjam dan Enggo pada Februari 2013 dengan pelapor menyatakan kedua terlapor mengaku sebagai tim sukses nomor urut 3. Padahal, mereka adalah tim sukses pasangan no urut 1 Ben Brahim-Muhajirin yang membagi-bagikan uang ke masyarakat sebelum waktu pencoblosan Pilkada Ulang Kabupaten Kapuas.
9. Ahmad Suryono, Adhie Massardi, dan Elang Rubra melaporkan delapan hakim MK pada 7 Februari 2014 karena pelapor menyatakan dugaan pemalsuan putusan sengketa pemilihan kepala daerah Jawa Timur yang memenangkan pasangan Soekarwo dan Saefullah Yusuf.
"Semua kasus tersebut tindak lanjut laporan tidak jelas," ungkap Emerson.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015