Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan mengejar potensi pendapatan negara dari Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi Non Karyawan yang selama ini belum optimal dalam menyumbang penerimaan pajak.
"Untuk PPh pasal 25 dan 29 orang pribadi realisasinya hanya Rp5 triliun dibandingkan potensinya yang tinggi. Selama ini, WP Orang Pribadi yang patuh hanya PPh pasal 21 yang karyawan, itu pun karena dipotong oleh pemberi kerja," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pajak Mardiasmo di Jakarta, Selasa malam.
Mardiasmo memberikan penjelasan tersebut dalam rapat kerja yang dihadiri juga Kepala Badan Kebijakan Fiskal Andin Hadiyanto dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung Kuswandono, dengan Komisi XI DPR untuk membahas pendapatan negara.
Ia menambahkan untuk mengejar potensi WP Orang Pribadi Non Karyawan, Ditjen Pajak akan melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi kepada profesi dokter, pengacara, notaris, akuntan, konsultan, artis dan pemilik rumah produksi, yang membuka praktik sendiri.
Selain itu, Ditjen Pajak akan mendorong optimalisasi dari WP Orang Pribadi pemilik aset, misalnya dari mobil mewah, pesawat pribadi, kapal pesiar, properti, surat berharga atau saham, deposito, rumah kost, penginapan mewah dan barang mewah lainnya.
"Kami sudah menyiapkan revisi PMK terkait PPnBM dan pasal 22 yang akan dikenakan, misalnya untuk mobil. Selain itu, kami akan melakukan operasi pasar untuk mencari WP, misalnya kost-kostan di sekitar wilayah perguruan tinggi," kata Mardiasmo yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan.
Ditjen Pajak juga akan meningkatkan pengawasan bagi WP Badan dengan melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi kepada sektor real estate, konstruksi, perdagangan termasuk jual beli online, pertambangan, perkebunan, jasa keuangan, telekomunikasi, industri farmasi dan perikanan.
Pemeriksaan berbasis risiko juga akan dilakukan oleh Ditjen Pajak kepada WP Badan sektoral, yang bergerak pada sektor mineral dan batubara, minyak dan gas, perkebunan, kehutanan, jasa pelayaran, perhotelan dan restoran.
"Selama ini masih banyak juga perusahaan modal asing, yang tidak membayar pajak karena rugi terus, tapi masih hidup. Ada juga kantor perwakilan dagang asing atau representative office yang tidak membayar pajak. Ini memerlukan langkah jitu, kalau perlu kita melakukan audit," ujar Mardiasmo.
Ditjen Pajak juga akan melakukan upaya penegakkan hukum (law enforcement) dengan melakukan pencegahan terhadap 500 WP keluar negeri, karena telah menunggak pajak total senilai Rp3,3 triliun serta bekerja sama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan aparat hukum terkait hal ini.
Upaya lainnya yang dilakukan Ditjen Pajak adalah dengan memperkuat basis data melalui digitalisasi SPT dan implementasi e-filling serta meningkatkan pelayanan kehumasan diantaranya dengan memberikan penyuluhan dan memberikan apresiasi kepada pembayar pajak teladan.
Secara keseluruhan, dari target pajak non migas dalam RAPBN-Perubahan 2015 yang diusulkan sebesar Rp1.244,7 triliun, sebanyak Rp854,8 triliun berasal dari upaya pelayanan dan kehumasan serta Rp390,2 triliun dari ekstra "effort".
Dari ekstra "effort" tersebut, sebanyak Rp367,7 triliun berasal dari upaya pengawasan dan Rp22,5 triliun dari penegakkan hukum. Sedangkan dari upaya pengawasan, sebesar Rp73,5 triliun berasal dari upaya pemeriksaan, Rp40 triliun dari WP non Karyawan dan Rp254,2 triliun dari WP Badan.
Sementara, target penerimaan perpajakan dalam RAPBN-Perubahan 2015 adalah sebesar Rp1.484,6 triliun yang terdiri atas pajak non migas Rp1.244,7 triliun, kepabeanan dan cukai Rp188,9 triliun serta PPh migas Rp50,9 triliun.
Komisi XI dalam kesimpulan rapat kerja menyetujui usulan target penerimaan perpajakan itu serta mendukung upaya penguatan teknologi informasi, sumber daya manusia, penambahan anggaran maupun insentif dan menolak moratorium pegawai pajak dan bea cukai, agar optimalisasi dapat tercapai.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015