"Alat ini sudah diuji di Bandar Udara Ahmad Yani di Semarang dan Bandar Udara Husein Sastranegara di Bandung. Di Ahmad Yani sudah sejak dua tahun, di Husein Sastranegara sudah enam bulan lalu," kata Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT Hari Budiarto dalam Media Gathering Kedeputian Teknologi Informasi Energi dan Material di Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Selasa.
ADS-B receiver yang dikembangkan ini, ia mengatakan mampu menangkap signal dari transponder yang dimiliki setiap pesawat sipil dalam radius 200 mil, sehingga setiap pergerakan pesawat akan terdeteksi.
"Teknologinya tidak terlalu rumit sebenarnya. Kita (melalui Air Traffic Controller/ATC mini berbasis sistem ADS-B di Gedung Teknologi 3 BPPT di Serpong) bisa memonitor dari Lampung sampai Cirebon pesawat yang terbang rendah, termasuk yang landing dan takeoff, termasuk juga data pesawat tersebut," ujar dia.
Dari hasil uji coba di Bandar Udara Internasional Ahmad Yani, menurut dia, petugas ATC mengaku terbantu dengan adanya ADS-B, karena sebelumnya mereka hanya dapat membayangkan posisi pesawat dan tidak mengetahui informasi jarak antar pesawat.
Alat yang awalnya dikembangkan atas permintaan PT Angkasa Pura dan telah diketahui Kementerian Perhubungan ini, ia mengatakan dapat memberikan gambaran tiga dimensi (3D) pergerakan pesawat, sehingga kenaikan atau perubahan ketinggian, lokasi pesawat terpantau, begitu pula identitas pesawat.
Investasi yang dibutuhkan untuk memasang teknologi yang dikembangkan BPPT ini hanya mencapai Rp1 miliar. Angka tersebut berbeda jauh dengan investasi radar yang membutuhkan anggaran Rp10 miliar per unit.
Menurut Hadi, dibutuhkan maksimal 100 unit ADS-B receiver untuk "mengcover" seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Alat ini dapat ditempatkan "offshore rig" dan buoy untuk dapat menangkap signal transponder pesawat yang melalui perairan.
BPPT, menurut dia, dalam waktu dekat akan kembali melakukan uji coba teknologi ini di Sabang, Aceh. Kementerian Perhubungan pun mempertimbangkan memanfaatkan teknologi ini di bandara-bandara perintis di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara itu, Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT Michael Andreas Purwoadi mengatakan sistem ADS-B ini dapat digabungkan ke teknologi Flight Data Processing dan feature-feature lain seperti alarm yang dapat berbunyi ketika pesawat sudah terlalu dekat saat di udara.
"Australia sudah menggunakan sistem ADS-B, begitu pula Amerika Serikat. Mereka menempatkan antena ADS-B di offshore rig di Teluk Meksiko, sehingga dapat mendeteksi pesawat-pesawat yang mendekat," ujar dia.
Informasi-informasi yang dapat ditampilkan dan disajikan oleh sistem ADS-B antara lain jadwal keberangkatan pesawat terbang, nomor penerbangan, rute penerbangan, posisi pesawat lengkap dengan koordinatnya, ketinggian pesawat dan arah pesawat serta kecepatannya, tipe pesawat dan nomor tanda registrasi pesawat, tujuan penerbangan, marka udara (airway) jalur pesawat udara di angkasa, pergerakan pesawat udara dalam tampilan 3D yang pergerakanya seperti tampilan kamera cctv.
Selain itu, teknologi ini juga dapat mengetahui posisi dan pergerakan pesawat real time, informasi pergerakan mulai hendak terbang, pesawat saat menanjak (climbing), lurus (level) menurun (descent), hingga mendarat dengan tampilan grafik berwarna.
Dapat juga melihat semua pesawat yang melintas di udara secara langsung, dan dapat melihat pesawat asing yang hanya melintas di wilayah udara Indonesia.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015