Selama ini porsi ekspor produk primer dan manufaktur 65:35. Ke depan kami ingin 65 persen ekspor nonmigas berasal dari produk manufaktur,"

Davos (ANTARA News) - Ekspor produk manufaktur yang memiliki nilai tambah tinggi akan makin digenjot untuk meningkatkan nilai ekspor non-migas nasional dan menekan defisit perdagangan.

"Selama ini porsi ekspor produk primer dan manufaktur 65:35. Ke depan kami ingin 65 persen ekspor nonmigas berasal dari produk manufaktur," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, di Davos, Swiss, Minggu.

Untuk itu, ia akan melakukan koordinasi dengan Menteri Perindustrian Saleh Husin agar kinerja industri manufaktur digenjot dan diperluas ke produk-produk yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dan selera pasar domestik, tapi juga ekspor, seperti produk hemat energi dan ramah lingkungan.

Selain itu, ia menilai banyak komoditas primer yang selama ini diekspor bisa lebih dioptimalkan nilai tambahnya melalui program hilirisasi.

"Misalnya CPO yang selama ini banyak diekspor dan memberi kontribusi ekspor nonmigas yang besar, bisa diperluas industri turunannya," kata Rachmat.

Untuk itu, konsumsi dalam negeri juga perlu ditingkatkan, kata dia. Apalagi, dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) terungkap bahwa tantang pertumbuhan ekonomi global makin berat, seiring penurunan harga minyak mentah dan belum pulih sepenuhnya krisis di Amerika dan Uni Eropa.

"Pasar domestik adalah insentif bagi kita, harus ditingkatkan konsumsi dan daya beli masyarakatnya. Pasar yang besar itu juga akan diamankan dari produk illegal dan tidak berkualitas," kata Rachmat menegaskan.

Ia yakin dengan peningkatan ekspor yang mengandung nilai tambah tinggi, nilai ekspor nonmigas akan meningkat signifikan.

Oleh karena itu, ia juga meminta atase perdagangan dan ITPC (Indonesia Trade Promotion Center) mencari peluang ekspor produk manufaktur di negara mereka bertugas.

Sementara itu, Managing Director Grup Sinar Mas Gandhy Sulistyanto menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah mengembangkan industri turunan CPO.

"Saat ini memang saatnya kita serius memperluas pengembangan industri turunan CPO, tidak hanya terbatas untuk produk konsumsi, tapi juga kosmetik dan obat-obatan," ujarnya ketika ditemui di sela-sela pertemuan WEF

Dengan hilirisasi, permintaan CPO di dalam negeri akan meningkatkan. Hal itu, lanjut dia, akan membantu kalangan produsen CPO yang ekspornya mulai tertekan karena harga minyak mentah turun.

Dampak penurunan harga minyak, kata dia, harga biofuel di Eropa tidak kompetitif, sehingga permintaan CPO juga menurun.

"Saatnya lakukan hilirisasi yang mampu mendongkrak permintaan CPO di dalam negeri," ujar Gandhy Sulistyanto.

Ia mengusulkan untuk mempercepat pengembangan industri turunan CPO, maka pemerintah perlu memberi insentif di bidang fiskal, seperti penurunan PPh Badan dan insentif lainnya.

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015