Direktur Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk Mengurangi Stunting (PKGBM) MCA-Indonesia Minarto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, mengatakan hal tersebut diketahui dari hasil studi formatif pemahaman perilaku masyarakat Indonesia tentang gizi dan kebersihan yang telah Millennium Challenge Account - Indonesia (MCA-Indonesia).
Penelitian yang dilakukan pada September--Oktober 2014 tersebut, ia mengatakan memang bertujuan memperoleh informasi tentang faktor kunci yang berpengaruh pada kebiasaan terkait gizi, termasuk di dalamnya sanitasi dan praktik higienitas seperti air bersih.
Hasil penelitian tersebut juga menemukan banyak keluarga belum mengutamakan gizi dan kebersihan dalam perilaku kesehariannya sehingga tidak dapat mencegah stunting atau anak bertubuh pendek.
Lebih lanjut, ia mengatakan studi tersebut menunjukkan praktik pola makan, pola asuh, dan sanitasi yang kurang optimal dimulai jauh sebelum anak dilahirkan. Misalnya, 43 persen dari ibu hamil yang disurvei mengaku makan kurang dari tiga kali sehari, dan 35 persen mengaku makan lebih sedikit jumlahnya terutama pada trimester pertama kehamilan dengan alasan mual.
Selain itu, ia mengatakan mayoritas responden (55 persen) tidak memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan pertama usia anak. Alasannya beragam, seperti ASI tidak keluar, anggapan bahwa bayi yang terus menangis adalah karena lapar, ibu harus bekerja, dan bayi diasuh orang lain.
Menurut dia, riset formatif ini menjadi penting sebagai bagian dari Kampanye dan Komunikasi Gizi Nasional. Temuan dari riset ini memberi informasi mengenai target populasi dan komunitas tempat pelaksanaan kampanye.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, sebanyak 37 persen anak Indonesia mengalami stunting. Angka ini memiliki sebaran yang tidak sama di tiap provinsi, karena di beberapa daerah jumlah anak yang mengalami stunting mencapai 50 persen.
Pewarta: Virna P
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015