Dari aspek hukum materiil saja pasal 242 menyatakan kalau menyuruh orang melakukan sesuatu maka (orang) yang disuruh tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, jadi bila orang yang disuruh tidak bisa dimintai pertanggungjawabkan maka apakah orang yang m

Jakarta (ANTARA News) - Penyidikan kasus yang menjerat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) dinilai tidak sesuai dengan hukum materiil terkait dengan sangkaan yang ditujukan yaitu pasal 242 juncto pasal 55 KUHP.

"Dari aspek hukum materiil saja pasal 242 menyatakan kalau menyuruh orang melakukan sesuatu maka (orang) yang disuruh tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, jadi bila orang yang disuruh tidak bisa dimintai pertanggungjawabkan maka apakah orang yang menyuruh bisa dimintai pertanggungjawabkan? Ini kan di luar nalar materiil," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Pelapor dalam kasus tersebut adalah calon Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran yang pernah berperkara di Mahkamah Konstitusi soal sengketa Pilkada pada 2010.

Mantan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2009-2014 itu melaporkan Bambang Widjojanto ke Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan menyuruh orang lain yang menjadi saksi sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di MK untuk memberikan keterangan palsu.

"Kalau memang benar (Bambang Widjojanto melakukan itu) apakah bisa pejabat negara diperlakukan demikian? Sabarlah, selesai kami menjadi penyelenggara negara akan lebih baik, 3 tahun kita sudah melakakan pemberantasan korupsi bersama mereka, kejadian ini sungguh menyedihkan," ungkap Zulkarnain.

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Ganjar Laksmana Bondan menjelaskan bahwa ada dua hal yang janggal dalam perkara tersebut.

"Ada dua hal menarik di sini, pertama pengambilan paksa Pak BW (Bambang Widjojanto) itu saya tidak berani mengatakan penangkapan sepanjang syarat formal belum disampaikan, kedua penanganan kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu berdasarkan pasal 242 jo 55 KUHP ada kesalahan penerapan hukum," kata Ganjar dalam konferensi pers tersebut.

Gandjar menjelaskan bahwa terminologi "menyuruh memberikan keterangan palsu tidak tepat karena pada peristiwa menyuruh yang bisa dipidana adalah yang menyuruh, sedangkan yang disuruh tidak bisa dipidanakan.

"Pertanyaannya siapa yang disuruh? Kenapa orang yang memberikan keterangan palsu yaitu yang disuruh tidak bisa dipidana? Karena menurut hukum pidana yang bisa disuruh adalah anak kecil, orang gila atau orang yang dalam keadaan memaksa mutlak memberikan keterangan yang absolut, tolong carikan siapa yang termasuk kategori itu," ungkap Gandjar.

Bambang ditangkap oleh penyidik Bareskrim Polri sekitar pukul 07.30 WIB di daerah Depok seusai mengantarkan anaknya ke sekolah dan langsung dibawa ke Bareskrim Polri untuk diperiksa dengan sangkaan menyuruh untuk memberikan keterangan palsu terhadap para saksi dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Waringin Barat 2010.

Pelaporan itu dilakukan pada 15 Januari 2015.

(D017/T007)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015