Manila (ANTARA News) - Seorang tewas dan 37 lagi terluka, Jumat, karena ledakan yang diduga bom di luar terminal bus di kota pelabuhan Filipina selatan, Zamboanga, kata walikota setempat.
Walikota Maria Isabelle Climaco kepada televisi ABS-CBN mengatakan melalui telepon bahwa pemerintah setempat menduga kelompok bersenjata terkait Alqaida, Abu Sayyaf, berada di balik serangan itu.
Dia mengatakan bahwa ledakan itu bisa jadi merupakan bagian dari rencana Abu Sayyaf, yang telah dipersalahkan untuk sejumlah peristiwa pemboman berdarah yang tejadi di Filipina, guna membebaskan rekan-rekannya dari penjara Kota Zamboanga.
"Kami telah menerima pemberitahuan (dari komunitas intelijen) bahwa mereka akan diselamatkan oleh rekan-rekannya, yang siap mati," kata Climaco.
Abu Sayyaf, sebuah kelompok milisi yang beranggotakan beberapa ratus orang dan dibentuk dari uang Al Qaeda, telah dipersalahkan atas sejumlah serangan teror terburuk dalam sejarah Filipina.
Peristiwa itu antara lain terdiri dari pemboman sebuah feri di Manila pada 2004 yang telah menewaskan lebih dari 100 orang dan penculikan warga asing berulang di Filipina selatan yang biasanya untuk tujuan tebusan besar.
Ledakan pada Jumat itu terjadi pada sebuah kendaraan yang diparkir tidak jauh dari terminal bus dan "menyebabkan lubang" di bawahnya, kata Climaco, seraya menambahkan bahwa dia telah meminta departemen kehakiman untuk memindahkan para tahanan "tingkat tinggi" ke luar kota itu.
Sejumlah pemerintah asing memperingatkan warga negaranya untuk tidak melakukan perjalanan ke kawasan Filipina selatan, termasuk Zamboanga, yang dinilai sebagai markas Abu Sayyaf dan sejumlah milisi lain.
Abu Sayyaf mengklaim mereka berjuang untuk membentuk sebuah kampung halaman independen di kawasan selatan yang mayoritas muslim di negara mayoritas katolik itu.
Zamboanga diserang oleh kelompok bersenjata lain yang setia pada mantan pemimpin pemberontak Nur Misuari pada September 2013.
Serangan itu memicu bentrokan di jalanan selama tiga pekan yang menyebabkan lebih dari 240 orang tewas dan sebagian besar wilayah kota berpenduduk hampir satu juta orang tersebut hancur.
Dalam bentrokan itu, yang mana kelompok pemberontak juga menggunakan warga sipil sebagai tameng hidup, sekitar 10 ribu rumah rusak akibat kebakaran yang menyebabkan 116 ribu orang mengungsi, demikian AFP melaporkan.
(G003/B002)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015