... pemerintah terlihat begitu gigih ingin memaksakan pertumbuhan tinggi. Biaya sosial dipangkas untuk memenuhi kepentingan jangka pendek semata...Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dinilai terlalu memaksakan asumsi pertumbuhan ekonomi tinggi dan terlalu mengabaikan aspek sosial yang seharusnya lebih diutamakan, kata pengamat Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis, Suroto.
"Ruang fiskal yang ada hampir seluruhnya dikonsentrasikan pada upaya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, pemerintah terlihat begitu gigih ingin memaksakan pertumbuhan tinggi. Biaya sosial dipangkas untuk memenuhi kepentingan jangka pendek semata," kata Suroto, di Jakarta, Selasa.
Ia mencontohkan, pemerintah terlihat hanya fokus pada pembangunan infrastruktur yang dinilai dia minus regulasi dan skema peningkatan kepemilikan lahan dan korporasi oleh masyarakat kecil yang banyak seperti petani dan buruh.
Hal itu semakin menjadikan ketidakjelasan kepemilikan lahan bagi petani yang layak untuk usaha pertanian mereka.
"Demikian juga buruh, kepemilikan saham oleh buruh bahkan tidak pernah dibahas walaupun hanya sebagai wacana," katanya.
Menurut dia, masyarakat telah dibiarkan untuk mengejar tingkat konsumsi tinggi melalui kebijakan pemerintah yang kontroversial dengan penghapusan subsidi tarif dasar listrik, gas, dan kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia akhir-akhir ini.
Suroto berpendapat pertumbuhan ekonomi yang ditarget tinggi akan potensial membuat Indeks Rasio Gini semakin tinggi.
"Saya perkirakan, tingkat kesenjangan ekonomi rasio Gini tahun depan akan berada dalam garis merah 0,45 jika pemerintah tidak melakukan upaya revolusioner seperti skema pembagian lahan secara jelas untuk petani dan juga kepemilikan saham untuk pekerja dalam pola employee share ownership plan," katanya.
Suku bunga acuan Bank Indonesia yang dipatok tinggi saat ini kata dia juga menggambarkan bahwa pemerintah tidak ingin mengambil risiko ekonomi demi menanggulangi persoalan sosial yang sudah berada dalam ambang batas.
Selain itu target pajak tinggi yang mengabaikan stimulus moneter bagi dunia bisnis juga dinilainya akan menjebak pemerintah dalam situasi sulit tahun ini.
"Apalagi ditambah dengan kelesuan ekonomi Tiongkok, dan juga rencana kenaikan suku bunga The Fed yang akan terjadi pada kemungkinan pertengahan tahun ini," katanya.
Ia memperkirakan dunia bisnis akan megalami kesulitan untuk mencari modal bahkan nasionalisme yang tidak melekat pada pebisnis di Tanah Air hanya akan membuat rupiah dalam kondisi terpuruk dan berada di atas perkiraan saat ini.
"Sistem ekonomi kita yang tidak lagi sepenuhnya kita dapat mengendalikan saat ini akan membuat tahun 2015 sebagai tahun yang penuh ketidakpastian.
Pemerintah harus mengambil keputusan revolusioner dan terpusat untuk mencegah bencana sosial yang terjadi kemudian hari," katanya.
Pewarta: Hanni Soepardi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015