Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyebutkan 99 persen dari total korban perdagangan manusia di Indonesia adalah perempuan, yang disebabkan lemahnya perlindungan.
"99 persen korban perdagangan manusia di Indonesia merupakan perempuan yang tidak berdaya melawan saat dianiaya dan diperdagangkan," kata Saleh pada Rapat Kerja dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa.
Selain itu, ia mengatakan perdagangan perempuan Indonesia adalah tujuan dan sumber utama perjalanan dan transit perdagangan seks dan kerja paksa bagi perempuan di dunia.
Perempuan yang menjadi korban perdagangan, kata dia, sebagian besar adalah pekerja domestik seperti asisten rumah tangga, yang mudah diiming-imingi tawaran bekerja di luar negeri.
Selain kasus perdagangan, ujar dia, perempuan juga sangat rentan dalam kasus kekerasan.
Berdasarkan data yang didapat Komisi VIII DPR dari Komisi Nasional Anti Kekeraan terhadap Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat tajam sejak 2013. Sepanjang 2013 tercatat hampir 280 ribu kasus kekerasan yang dialami perempuan.
Dari pemaparan tersebut, ia mengatakan, kondisi perempuan dan anak kini sedang dalam masa kritis dan memprihatinkan sehingga pemerintah harus segera melakukan kebijakan strategis untuk menangani kasus perdagangan manusia dan kekerasan pada perempuan di Indonesia.
Komisi VIII DPR dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tutur dia, harus bermitra dengan strategis untuk mewujudkan harapan bersama melindungi perempuan dan anak Indonesia.
"Gambaran perempuan dan anak bukan masalah sederhana, melainkan masalah yang serius karena menyangkut masa depan dan kelanjutan bangsa yang memerlukan langkah dan upaya strategis DPR bersama pemerintah," ujar dia.
Dua pekan lalu, Konsulat Jenderal RI (KJRI) untuk Malaysia di Johor Bahru memulangkan 13 Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah menjadi korban tindak pidana perdagangan manusia.
Sebanyak 13 orang dari korban perdagangan manusia itu dijanjikan dapat bekerja di Malaysia, tapi selama 1-9 bulan tak kunjung mendapat gaji sehingga melaporkan ke pihak berwajib Malaysia.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015