Jakarta (ANTARA News) - Lembaga penelitian Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan, mayoritas publik (responden) berharap Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak memaksa Presiden Joko Widodo melantik calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan.
"Mayoritas publik menginginkan partai-partai KIH tidak lagi menekan Presiden Jokowi untuk tetap melantik calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan, karena yang bersangkutan ditetapkan KPK sebagai tersangka," kata peneliti LSI Denny JA dan Ardian Sopa di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan LSI pada 17-18 Januari 2015 dengan melibatkan 1.200 responden di seluruh Indonesia, sebanyak 69,78 persen responden berharap KIH tidak lagi menekan Presiden Jokowi untuk melantik tersangka korupsi Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Ardian mengatakan, sedikitnya ada beberapa alasan mengapa mayoritas publik menginginkan KIH tidak lagi memaksa Jokowi melantik Budi Gunawan.
Pertama, pelantikan Budi Gunawan selaku tersangka, sebagai Kapolri akan menjadi tradisi buruk kenegaraan. Jika tetap melantik yang bersangkutan, maka Jokowi dapat dinilai sebagai presiden satu-satunya di dunia yang melantik seorang tersangka.
Dia menekankan, sekalipun presiden berkilah tetap melantik karena menjunjung asas praduga tak bersalah, tetapi untuk posisi Kapolri hal itu merupakan "perjudian" yang sangat berisiko, karena selama ini belum pernah ada tersangka KPK yang lolos jerat hukum.
Alasan kedua, publik menilai pelantikan Budi Gunawan juga akan menurunkan standar moral politik pemerintahan Jokowi.
"Selain itu mayoritas publik juga berharap Presiden Jokowi ke depannya bisa lebih percaya diri melaksanakan janji-janji kampanyenya, karena dukungan publik terhadap Jokowi masih kuat," ujar dia.
DPR RI melalui sidang paripurna sudah menyetujui Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Namun Presiden Jokowi memutuskan untuk menunda pelantikan Budi Gunawan sambil menunggu proses hukum di KPK.
Sementara ini, jabatan Kapolri dipegang oleh pelaksana tugas yakni Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti.
Keputusan Presiden Jokowi memberikan kewenangan tugas Kapolri kepada Wakapolri dan tidak menentukan Kapolri definitif, menurut LSI, juga membuat publik khawatir atas munculnya "matahari kembar" atau dua kekuasaan di internal Polri.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015