Denpasar (ANTARA News) - Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Denpasar di Kerobokan, Kabupaten Badung, tidak memberikan pendampingan psikologis menjelang eksekusi mati kasus narkotika dari Australia, Myuran Sukumaran.

"Belum ada pendampingan (psikologis)," kata Kepala LP Kelas II-A Denpasar, Sujonggo, di Kerobokan, Kabupaten Badung, Selasa.

Menurutnya, menjelang eksekusi mati, anggota Bali Nine itu menunjukkan perilaku yang biasa saja dan masih menyalurkan hobinya yakni dengan melukis.

"Perilakunya biasa-biasa saja dan masih melukis," ucapnya.

Pria berusia 33 tahun itu, lanjut dia, tidak menunjukkan perilaku aneh menjelang eksekusi mati atas kasus penyelundupan narkotika dari Indonesia ke Australia pada 2005.

Sukumaran ditolak grasinya oleh Presiden Joko Widodo pada akhir Desember 2014 karena Indonesia dinilai darurat terhadap kasus narkotika itu.

Selain Sukumaran, Andrew Chan juga mengajukan permohonan grasi kepada Jokowi namun hingga saat ini Jokowi belum memberikan jawaban.

Bersama Sukumaran, Chan yang dikenal sebagai pemimpin kelompok tersebut juga mendapatkan vonis pidana mati.

Media internasional menyebut keduanya anggota Bali Nine atau sembilan anggota sindikat narkotika yang ditangkap karena menyelundupkan narkotika jenis heroin seberat 8,2 kilogram pada April 2005.

Selain keduanya, tujuh orang warga negara lain Australia mendapatkan hukuman yang berbeda, yakni Martin Stephens, Scott Rush, Matthew Norman, Tan Duc Thanh Nguyen, Michael Czugaj, dan Si Yi Chen; keenamnya diganjar penjara seumur hidup.

Sedangkan satu anggota lainnya, Renae Lawrence, divonis hukuman 20 tahun penjara.

Pewarta: Dewa Wiguna
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015