... untuk mengatrol citra presiden di tengah terpaan kabar negatif seputar pencalonan kepala Kepolisian Indonesia...Jakarta (ANTARA News) - Eksekusi mati enam terpidana narkoba yang dilakukan pada Minggu (18/1) dini hari dinilai sejumlah LSM kemanusiaan sebagai cara untuk mengatrol citra Presiden Joko Widodo.
Wakil Direktur Human Right Work Group (HRWG), Choirul Anam, di Jakarta, Senin, mengatakan, kebijakan eksekusi mati untuk mengatrol citra presiden di tengah terpaan kabar negatif seputar pencalonan kepala Kepolisian Indonesia.
Sementara itu Direktur Eksekutif Imparsial, Poenky Indarti, berpendapat eksekusi hukuman mati dilakukan agar Jokowi mendapatkan citra tegas di masyarakat.
"Menurut penelitian kami, ketika presiden memerintahkan eksekusi mati itu sedang membutuhkan panggung," kata dia.
Ia mencontohkan saat mantan Presiden Susilo Yudhoyono memerintahkan eksekusi mati terpidana pada saat 2004 dan 2008. Menurut Indarty, itu untuk meningkatkan citra politik SBY sebelum Pemilu 2004 dan 2009.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi Nasional HAM, Hafid Abbas, yang menolak hal yang berkaitan dengan HAM dijadikan alat politik. "Kami menolak tegas hak asasi manusia dipolitisasi," kata dia.
Pada hari ini Komnas HAM bersama sejumlah LSM, di antaranya Migrant Care, Kontras, Setara Institute, LBH Masyarakat, Imparsial, dan Human Right Watch, memprotes tindakan pemerintah yang mengeksekusi mati terpidana narkoba pada Minggu (18/1).
Menurut Komnas HAM dan sejumlah LSM itu, eksekusi mati tindakan tidak tepat untuk memberantas peredaran narkoba di Indonesia.
Enam terpidana narkoba telah dieksekusi mati secara bersamaan pada Minggu dini hari.
Lima terpidana bernama Ang Kim Soei (Belanda), Namaona Denis (Malawi), Marco Archer Cardoso Mareira (Brasil), Daniel Enemua (Nigeria), dan Rani Andriani (Indonesia) telah dieksekusi mati di Nusakambangan.
Sementara satu terpidana bernama Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), telah dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015