Lebih banyak kepentingan dalam negeri."

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden M. Jusuf Kalla menilai eksekusi terpidana mati kasus narkoba bagi warga negara asing (WNA) tidak akan mengganggu hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain, dan penarikan duta besar adalah hal yang wajar.

"Tidak akan berpengaruh terhadap hubungan diplomatik dengan negara-negara para terpidana berasal," kata Wapres Kalla kepada pers di Kantor Wapres Jakarta, Senin.

Menurut dia, soal penarikan duta besar dari negara sahabat adalah hal yang lumrah dalam hubungan diplomatik, mengingat hal itu juga pernah dilakukan Indonesia saat menarik duta besarnya di Australia berkaitan.

"Sama seperti kita menarik duta besar di Australia untuk sementara dan tak mengganggu hubungan. Lebih banyak kepentingan dalam negeri," kata Wapres.

Duta Besar (Dubes) RI untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah dipanggil pulang, November 2013, berkaitan kasus terkuaknya penyadapan terhadap SBY dan Ibu Ani Yudhoyono saat berkunjung ke Negeri Kangguru itu.

Namun, Dubes Nadjib kembali bertugas ke Canberra pada Mei 2014 setelah hubungan kedua negara membaik, dan ada kesepakatan pemahaman mengenai rahasia negara di antara RI-Australia.

Wapres Kalla mengemukakan, perwakilan dari sejumlah negara telah menemuinya membicarakan hukuman mati terhadap warganya di Indonesia, dan sudah mereka mendapat terkait perkara narkoba bagi WNA.

Sejumlah negara lainnya pun, menurut Wapres, diminta untuk menghargai sikap serta keputusan pemerintah Indonesia terkait urusan dalam negeri, terutama menyangkut memerangi kasus narkotika dan bahan obat berbahaya (narkoba).

"Tindakan para gembong narkoba tersebut juga telah melanggar hak asasi manusia," kata Wapres.

Lima terpidana mati dieksekusi serempak pada Minggu (19/1) di Pulau Nusakambangan, yakni Namaona Denis (48) warga Malawi, Marco Archer Cardoso Moreira (53, Brazil), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (38, Nigeria), Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir (62, Belanda) dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI).

Seorang lainnya, Tran Thi Bich Hanh (37) warga Vietnam menjalani hukuman yang sama di Boyolali, Jawa Tengah.

Mereka menjalani hukuman mati berdasarkan vonis pengadilan, dan masing-masing telah menjalani banding, kasasi maupun peninjauan perkara (PK), dan grasi. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak grasi terhadap kasus pengedar narkoba.

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015