Kuala Lumpur (ANTARA News) - Malaysia mengingatkan nelayannya agar tidak melanggar batas perairan negara lain untuk menghindari tindakan hukum dari negara bersangkutan.
Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia Datuk Seri Ismail Sabri Yakob mengatakan setiap negara termasuk Malaysia mempunyai undang-undang untuk menghadapi nelayan asing yang memasuki perairan mereka.
"Pihak manapun yang menerobos masuk perairan Malaysia akan dihadapkan ke pengadilan dan dikenai denda RM1 juta (setara Rp3,4 miliar) untuk tekong dan RM500 ribu (setara Rp1,7 miliar) untuk awak kapal atau penjara, sementara kapal mereka akan dilucuti oleh pengadilan dan dihancurkan," katanya seperti dikutip harian Kosmo, Jumat.
Sampai saat ini ada 24 kapal dari Thailand, Vietnam dan Indonesia yang sudah dihancurkan dan ditenggelamkan ke dasar laut.
"Hal sama dilakukan pemerintah Indonesia tetapi bedanya cara mereka menghancurkan kapal adalah dengan meledakkan kapal. Cara ini bagi kita agak keras," katanya kemudian mengatakan pihaknya menghancurkan kapal nelayan asing tanpa gembar-gembor.
Baru-baru ini pihak berwajib Indonesia telah meledakkan sebuah kapal nelayan milik Malaysia dengan nomor pendaftaran PKFA 7738 karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal di kawasan perairan negara itu pada 8 Januari.
Ismail Sabri mengatakan ia sudah bertemu dengan Menteri Pertanian Indonesia Amran Sulaiman.
"Saya diberitahu bahwa nelayan Malaysia yang telah ditangkap karena menceroboh perairan Indonesia sudah dihadapkan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman," katanya.
Ia menjelaskan, pelanggaran batas perairan itu semestinya tidak terjadi karena semua kapal pukat C2 dilengkapi dengan GPS dan mereka tahu perbatasan tetapi sengaja memasuki perairan Indonesia untuk menangkap ikan.
"Disebabkan itu, kita tidak marah dengan pihak Indonesia. Karena kita juga akan marah terhadap nelayan Vietnam yang melanggar ke zona A perairan negara ini dengan menggunakan kapal pukat. Rasa benci dan sakit hati kita ini juga dirasakan oleh nelayan Indonesia," katanya.
Pewarta: N. Aulia Badar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015