Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat pagi, bergerak melemah sebesar 16 poin menjadi Rp12.564 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.548 per dolar AS.
Analis Riset Monex Investindo Futures Zulfirman Basir di Jakarta, Jumat mengatakan Bank sentral Swiss atau Swiss National Bank (SNB) memangkas suku bunganya pada Kamis (15/1), membuat aset "safe haven" seperti dolar AS terpantau menguat setelah sebelumnya cenderung defensif.
"Investor melihat langkah SNB itu sebagai sinyal bahwa Swiss cemas dengan perekonomiannya dan Eropa," katanya.
Di sisi lain, merebaknya kecemasan atas perekonomian dunia juga cukup membebani kinerja rupiah di awal sesi Asia. Ketua Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menyatakan aktivitas investasi dan konsumsi di banyak perekonomian cukup lemah, termasuk di Tiongkok.
Ia mengatakan sikap Bank Indonesia (BI) yang masih mempertahankan level suku bunga acuan (BI rate) mungkin dapat meredam potensi pelemahan rupiah yang berlebih.
"Bank Indonesia, kemarin (Kamis, 15/1) tetap mempertahankan suku bunga di level 7,75 persen. Kebijakan suku bunga yang tinggi tersebut masih dibutuhkan untuk meredam inflasi dan membantu perbaikan defisit neraca transaksi berjalan," katanya.
Secara teknikal, ia memperkirakan bahwa mata uang rupiah masih berada dalam sentimen pelemahan, diperkirakan pergerakan rupiah di kisaran Rp12.520-Rp12.615 per dolar AS pada akhir pekan ini (Jumat, 16/1) ini.
Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan bahwa level BI rate itu menandakan tingkat inflasi masih sesuai dengan ekspektasi dan masih sesuai dalam menjaga fundamental ekonomi Indonesia di tengah melambatnya perekonomian global.
"Masih adanya ekspektasi positif akan menopang rupiah tidak tertekan terlalu dalam," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015