... perlu penjelasan, ini jadi penting, jangan sampai jadi preseden buruk...
Jakarta (ANTARA News) - KPK meminta Komisi Kepolisian Nasional menjelaskan alasan pemberhentian Jenderal Polisi Sutarman sebagai kepala Kepolisian Indonesia. Sutarman masih memiliki masa dinas aktif sampai Oktober ini.
"Saya menjadi anggota Kompolnas selama enam tahun, dan saat ini perlu ada yang diklarifikasi. Kita perlu tahu apa pertimbangan Kompolnas (mengapa) memberhentikan kepala Kepolisian Indonesia sekarang. Ini perlu penjelasan, ini jadi penting, jangan sampai jadi preseden buruk," kata Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Pernyataan itu diungkapkan Adnan, saat menerima Relawan Salam 2 Jari yang datang ke KPK untuk memberikan dukungan sekaligus meminta agar Presiden Joko Widodo membatalkan pencalonan Budi Gunawan menggantikan Sutarman.
Sutarman baru akan memasuki masa pensiun pada Oktober 2015, namun Jokowi mengajukan Gunawan kepada DPR pada Jumat (9/1), tanpa meminta penelusuran rekam jejak kepada KPK dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"KPK sering kali dijadikan bahan kampanye calon presiden, semua calon presiden mengatakan mendukung KPK. Jokowi menandatangani komitmen," ungkap Adnan.
Komitmen antikorupsi yang dimaksud Adnan adalah Buku Putih 8 Agenda Pemberantasan Korupsi sebagai komitmen yang ditandangani Jokowi dan Jusuf Kalla serta Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa saat datang ke KPK saat masa kampanye pemilihan presiden.
Di dalam komitemen antikorupsi itu setidaknya memuat: (1) Menolak dan melaporkan segala gratifikasi, (2) Menolak upaya pelemahan KPK, (3) Mematuhi konvensi Unit Gratifikasi, (4) Melakukan Tes Integritas Komitmen, (5) Tidak memberi ruang keluarga akses dana, (6) Tidak melakukan nepotisme dan kolusi.
"Ini tandatangan berarti terikat. Apa persepsi mengenai tanda tangan? Kalau dilanggar bisa lihat akan bagaimana pemerintahan ini," tambah Adnan.
Sedangkan komisioner lain KPK, Zulkarnaen, menyatakan, penanganan kasus Gunawan bentuk praktek suap dan penerimaan gratifikasi di kalangan pejabat negara.
"Rekening gendut menjadi kasus perkara suap-menyuap dan gratifikasi. Ini harus kita selesaikan secara baik tapi membutuhkan dukungan," ungkap Zulkarnaen.
KPK, menurut Zulkarnaen sedang menyatukan berbagai dokumen, surat, surat elektroni maupun keterangan ahli menjadi bukti yang kuat dan meyakinkan.
"Ini yang butuh waktu panjang. Ini tantangan cukup besar, kami perlukan untuk selesaikan kasus-kasus ini," tambah Zulkarnaen.
Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015