... Satu kata lawan! Tangkap! Kita satu kata bersama KPK... relawan Salam 2 Jari menyatakan akan turun ke jalan... bila Jokowi tetap ngotot mengangkat Budi Gunawan...Jakarta (ANTARA News) - Puluhan Relawan Salam 2 Jari mendatangi Gedung KPK untuk memberikan dukungan kepada KPK sekaligus meminta agar Presiden Joko Widodo membatalkan pencalonan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai kepala Kepolisian Indonesia.
"Kami mengambil langkah cepat dan tegas terkait Budi Gunawan, kalau sudah menjadi kepala Kepolisian Indonesia maka kewenangannya besar, berotensi menghambat proses penegakan hukum. Kami ingin mendesak KPK mengungkap siapa saja yang terlibat," kata Sekretaris Jenderal Transparasi Internasional Indonesia, Dadang Trisasongko, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Desakan menentang keputusan dari pendukungnya ini terjadi hanya sekitar dua bulan 25 hari sejak Jokowi menjadi presiden ketujuh Indonesia. Mereka berperan sangat besar dalam pemenangan Jokowi.
Trisasongko datang bersama sejumlah relawan antara lain artis Olga Lydia, penyanyi Jflow, aktivis Kontras Hariz Azhar, peneliti Indonesia Corruption Watch, Ade Irawan, sutradara Joko Anwar dan Nia Dinata, aktivis Fadjroel Rachman, pastor Benny Soesatyo Pr, dan sejumlah relawan lain.
"Saya mewakili kawan-kawan relawan dari konser Salam 2 Jari, ini bentuk pertanggungjawaban kami karena kami mengusung Jokowi-JK," kata dia.
"Dukungan kami berikan dengan harapan bebas dari korupsi, saat seperti ini kami perlu kritisi maka ini pernyataan kami. Memilih Budi Gunawan adalah keputusan yang salah karena beliau ditetapkan tersangka oleh KPK," ungkap Olga.
Penyanyi Jflow lalu membacakan surat terbuka untuk Jokowi.
"Jika Bapak tidak mencabut pencalonan kepala Kepolisian Indonesia, melalui surat ini, kami sebagai relawan Salam 2 Jari menyatakan akan turun ke jalan dan meminta KPK segera menuntaskan kasus pidana di balik rekening gendut," kata Jflow.
Sedangkan Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Simanjuntak, bahkan menyatakan bahwa bila Jokowi tetap melantik Budi Gunawan sebagai kepala Kepolisian Indonesia, maka Jokowi sudah batal wudhu.
"Bagi saya, bila Jokowi tetap ngotot mengangkat Budi Gunawan sebagai kepala Kepolisian Indonesia, Jokowi sudah batal wudhu sebagai imam pemerintahan yang bersih, sebagai imam pemberantasan korupsi. Maka saya berdiri di belakang pimpinan KPK, kami mengajak berjamaah lawan korupsi," kata Simanjuntak.
Sedangkan Benny Soesatyo Pr meminta Gunawan segera ditangkap.
"Kami meminta Budi Gunawan ditangkap segera. Hanya itu yang bisa menyelamatkan. Saatnya teman-teman untuk berkata kita lawan korupsi karena merusak adab publik. Ini saatnya kita datang karena berdiri masih punya hati. Satu kata lawan! Tangkap! Kita satu kata bersama KPK," tegas Benny.
Para relawan tersebut pun diterima langsung pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnaen, Bambang Widjojanto, dan Adnan Pandu Praja.
"Kita tidak pernah meningkatkan seseorang menjadi tersangka, kita tidak hanya punya dua alat bukti, tapi selalu lebih, oleh karena itu ketika kasus ini diajukan ke pengadilan, Insya Allah dan Alhamdulillah selama ini tidak ada kasus satupun yang diajukan KPK ke pengadilan bisa bebas demi hukum," kata Abraham.
Rapat paripurna DPR pada hari menyetujui Gunawan sebagai kepala Kepolisian Indonesia menggantikan Jenderal Polisi Sutarman, setelah rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi, sehingga tinggal menunggu pelantikan Gunawan oleh presiden.
Jokowi mengajukan nama Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Indonesia itu kepada DPR pada Jumat (9/1) tanpa meminta penelusuran rekam jejak kepada KPK dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan.
Padahal pada KPK menetapkan Gunawan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait transaksi yang mencurigakan sejak 12 Januari 2015.
Dugaan penerimaan hadiah itu dilakukan sejak Gunawan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Markas Besar Kepolisian Indonesia.
KPK menyangkakan Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengenai Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015