Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Koperasi dan UKM saat ini sedang mengkaji pengembangan jaringan pemasaran garmen produk UKM dengan menghubungkan sentra produsen dan sentra konsumen sebagai upaya untuk menahan serbuan garmen impor khususnya dari China.
"Yang kita lakukan adalah dengan upaya mendorong terjadinya jaringan pemasaran antara sentra produsen dan konsumen," kata Deputi Pemasaran Kemenkop UKM Sri Ernawati kepada pers di sela Temu Bisnis UKM Garmen di Jakarta, Selasa.
Dalam jaringan pemasaran tersebut, pihaknya juga akan mengikutsertakan sistem pembiayaan melalui koperasi berupa perkuatan modal dengan dana bergulir. Namun berapa jumlah yang akan digulirkan, ia belum bisa menyebutkan karena tergantung dari kebutuhan masing-masing koperasi.
Diharapkan dari jaringan tersebut, produk garmen UKM lokal bisa masuk ke sentra-sentra perdagangan dan menahan laju serbuan garmen China.
"Saat ini banyak serbuan dari produk China dan juga pakaian bekas. Ini sudah merupakan ancaman bagi UKM kita," kata
Menurut dia, sekitar 80 persen produk garmen China yang berharga murah dan kualitas lebih baik telah masuk ke berbagai pasar-pasar dan pusat perbelanjaan. "Mereka menguasai hingga 80 persen pasar, dan ini sangat merugikan UKM kita," katanya.
Pihaknya, lanjutnya, telah menerima keluhan dampak dari masuknya produk China tersebut. Beberapa UKM mengeluh telah kehilangan pasar dan berkurangnya kapasitas produksi hingga hanya terpakai 25 persen saja.
Seorang UKM garmen Didi Riswandi menuturkan sejak tahun lalu usahanya mengalami penurunan pesat setelah maraknya produk China dan juga akibat naiknya harga BBM.
"Saat ini kapasitas produksi saya hanya terpakai 25 persen. Tenaga kerja yang dulunya mencapai 30 orang kini tinggal lima orang saja," katanya.
Sementara omsetnya per bulan pun turun drastis menjadi sekitar Rp30 juta/bulan dari sebelumnya yang bisa mencapai ratusan juta.
Didi meminta kepada pemerintah agar membuat kebijakan untuk menahan serbuan produk China tersebut, di antaranya dengan menghapuskan kebijakan yang mengijinkan impor produk secara paket.
"Jangan ada lagi sistem impor paket dalam beberapa kontainer yang kemudian bisa diisi berbagai macam barang. Ini banyak produk garmen China yang masuk melalui sistem ini," katanya.
Keluhan juga datang dari Ketua Koperasi Pengrajin Konveksi Raksa Sawarga, Garut, Ahmad Hamzah. Koperasi yang anggotanya umumnya adalah pengrajin jaket ini mengakui produk China masuk secara musiman.
"Ada saat-saat ketika produk itu masuk ke pasaran, kita kewalahan. Tapi setelah masa itu, biasanya kembali normal," katanya.
Ahmad juga mengharapkan pemerintah lebih berperan dengan meminta prudusen bahan baku untuk memasok produknya kepada pengrajin. "Kita tidak minta modal, tapi kemudahan akses untuk memperoleh bahan baku," katanya.
Sementara itu Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan Depdag Zaenal mengatakan, gencarnya garmen China masuk ke Indonesia tidak lain karena murahnya produk tersebut dan ada permintaan yang besar dari masyarakat.
Sedangkan untuk pakaian bekas, katanya, pemerintah melarang impor pakaian bekas dengan mengelompokkan komoditas tersebut sebagai gombal. Namun diakuinya bahwa penegakan hukum terhadap perdagangan pakaian bekas belum tegas ditegakkan.
"Ke depan kita akan lebih berkoordinasi dengan instansi terkait lain untuk mencegah penyelundupan pakaian bekas," katanya.
Saat ini sektor UKM yang menekuni industri Tesktil dan Produk Tekstil (TPT) sekitar 98 ribu UKM dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 490 ribu orang dengan nilai produksi Rp14,7 triliun.
Produk garmen sendiri merupakan penyumbang ekspor terbesar di antara komoditas TPT. Pada tahun 2003 ekspor garmen mencapai 3,9 miliar dolar AS atau 56 persen dari total ekspor TPT sebesar 7,033 miliar dolar AS. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006