Bengkulu, (ANTARA News) - Penetapan kawasan konservasi di Kota Bengkulu tumpang tindih dengan kebijakan pembangunan yang dilakukan Pemprov dan Pemkot Bengkulu sehingga banyak kawasan konservasi yang sudah beralihfungsi menjadi areal perkebunan
penduduk atau terkena pengembangan pembangunan kawasan wisata alam.
Kepala Koordinator Polisi Hutan (Polhut) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Anthoni, Selasa, mengatakan, banyak kawasan konservasi saat ini beralihfungsi akibat tumpang tindihnya antara kebijakan Pemprov dan Pemkot Bengkulu.
Sekarang ini lahan konservasi sudah mengalami kerusakan cukup berat akibat kebijakan yang tumpang tindih tentang kawasan konservasi dan kebijakan pembangunan kota.
Akibatnya kawasan konservasi yang sudah lama dilindungi sekarang mengalami kerusakan yang cukup parah.
Ia mencontohkan, Pemda sebenarnya mengetahui sepanjang kawasan Pantai Panjang sampai Pulau Baai merupakan kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) tetapi masih juga dibabat untuk pembangunan jalan dengan cara membabati hutan cemara laut.
Padahal cemara laut merupakan pagar utama (filter) pengamanan Kota Bengkulu dari terjangan angin laut.
Mengenai banyaknya kawasan konservasi di daerah Kampung Melayu di lahan Pelindo yang digarap warga dan dijadikan kebun sawit, Antoni mengatakan, saat ini BKSDA sedang melakukan pendataan seberapa luas lahan konservasi yang sudah tergarap oleh warga.
Jika masyarakat yang menggarap lahan tersebut berada dalam kawasan konservasi, mereka diminta segera pindah dan mengosongkan lahan jika tidak juga mau pindah akan dilakukan pengusiran paksa.
Luas areal konservasi mulai dari muara Sungai Jenggalu sampai ke Bangkahan Ujung, 967 HA dan saat ini kondisinya sudah sangat rusak parah.(*)
Copyright © ANTARA 2006