"Ini akan menjadi sumber masalah bagi Mahkamah Agung karena akan mendorong peningkatan jumlah perkara Peninjauan Kembali secara signifikan," kata Salman dalam sebuah diskusi publik di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rabu.
Dia mengatakan, dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 34/PU-XI/2013 yang membatalkan Pasal 28 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka kran upaya hukum peninjauan kembali lebih dari satu kali telah dibuka oleh MK.
Hal itu mengakibatkan upaya MA untuk mengikis penumpukan perkara pidana yang sudah berlangsung bertahun-tahun semakin berat.
"Dengan begitu beban kerja hakim agung akan semakin berat," kata dia.
Selain persoalan beban tugas hakim agung, menurut Salman, ada persoalan lebih mendasar jika ketentuan PK diajukan lebih dari satu kali yang antara lain bisa dimanfaatkan para terpidana mati untuk menganulir putusan MA sehingga upaya eksekusi akan tertunda.
"Sehingga ini akan berpotensi mengurangi marwah atau kewibawaan pengadilan di Indonesia," kata dia.
Oleh sebab itu, ia manilai, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang pembatasan pengajuan permohonan PK yang dikeluarkan pada 31 Desember 2014 sudah tepat karena PK adalah upaya hukum luar biasa yang dapat diberlakukan secara selektif.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015