Mataram (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu, menggeledah rumah dinas serta Kantor Bupati Lombok Barat menyusul ditetapkannya Zaini Arony sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap seorang investor.
Sekitar pukul 10.00 WITA, Rabu (14/1), dua kendaraan mobil warna hitam dan putih masuk ke Halaman Kantor Bupati Lombok Barat. Sedangkan dua kendaraan lagi menuju rumah dinasnya yang berada tepat di depan Kantor Bupati Lombok Barat.
Terlihat empat penyidik berseragam KPK didampingi oleh beberapa anggota dari Satuan Brimob Polda NTB keluar dari dua kendaraan itu.
Demikian juga dari dua kendaraan yang parkir di depan rumah dinas bupati, keluar tiga penyidik dengan didampingi anggota dari Satbrimobda NTB. Mereka kemudian memasuki rumah dinas Bupati Zaini Arony.
Setelah sekitar dua jam berada di dalam, para penyidik keluar dengan membawa sebuah koper dan dua kardus yang diduga berisi berkas untuk dijadikan alat bukti.
Tanpa memberikan komentar apa pun, penyidik yang membawa barang bukti masuk ke dalam kendaraannya. Saat ditanya mengenai penggeledahan tersebut, para penyidik enggan berkomentar kepada wartawan dan langsung bergegas keluar Kantor.
Ketika penggeledahan, terlihat dua orang penyidik KPK menggeledah ruangan di bagian umum kantor Bupati. Serta dua orang penyidik lainnya memeriksa dokumen-dokumen di ruang kerja Bupati.
Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lombok Barat Moh Uzair saat ditemui wartawan mengataan bahwa dirinya tidak mengetahui tentang adanya penggeledahan tersebut.
"Saya baru saja datang dari Mataram, jadi tidak tahu kalau ada penggeledahan oleh KPK hari ini," katanya saat berada di depan kantor Bupati Lombok Barat, Rabu.
Diketahu, Bupati Lombok Barat Zaini Arony tersangkut dalam kasus dugaan pemerasan terkait permohonan izin pengembangan kawasan wisata untuk lapangan golf di wilayah Kabupaten Lombok Barat.
Dalam dugaan tersebut, Zaini telah memeras seorang investor terkait perizinan untuk mengembangkan kawasan wisata. Sehubungan hal itu, ia diduga telah menerima uang tunai dari investor mencapai Rp2 Miliar secara bertahap.
Sehingga dalam kasusnya, Zaini terancam dikenakan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 421 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015