Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan pendapat bahwa status Laporan Keuangan Tahunan BI tahun 2005 adalah "Menyajikan Secara Wajar".
"Pendapat tersebut untuk semua hal yang material, posisi keuangan BI per 31 Desember 2005 dan 31 Desember 2004, hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan kebijakan akuntansi khusus atas transaksi yang umumnya dilakukan bank sentral," kata Ketua BPK, Anwar Nasution.
Anwar menyampaikan hal itu dalam sambutan pada penyerahan ikhtisar hasil pemeriksaan semester I tahun anggaran 2006 kepada DPR dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa.
Menurut Anwar, hasil pemeriksaan atas laporan keuangan BI tahun 2005 yang dimuat dalam laporan nomor 02/XII/04/2006 tanggal 11 April 2006 telah disampaikan kepada DPR pada 28 April 2006.
Pemeriksa BPK, lanjut Anwar, juga menambahkan penjelasan dalam pendapatnya atas laporan keuangan BI tahun 2005.
Penjelasan itu berbunyi: Seperti diuraikan dalam catatan atas laporan keuangan, BI mencatat tagihan kepada pemerintah dalam bentuk Obligasi Negara seri SRBI-01/MK/2003 dengan nilai sebesar Rp144,5 triliun.
Dalam salah satu persyaratan, dinyatakan bahwa pelunasan obligasi bersumber dari surplus BI yang menjadi bagian pemerintah dan dilakukan apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter BI telah mencapai 10 persen. Dengan rasio modal per 31 Desember 2005 sebesar 10,35 persen, maka BI harus menyetor kelebihan surplus kepada pemerintah sebesar Rp1,52 triliun yang akan digunakan pemerintah untuk melunasi obligasi itu.
Pemeriksaan LPS
Sementara hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)tahun buku 2005, yang dimuat dalam laporan nomor 01/Auditama II/GA/03/2006 tanggal 10 Maret 2006, telah disampaikan kepada DPR pada semester I tahun anggaran 2006.
"Terhadap laporan keuangan tahunan LPS tahun 2005, BPK memberikan pendapat bahwa laporan keuangan tahunan LPS tahun 2005 `menyajikan secara wajar` dalam semua hal yang material, neraca per 31 Desember 2005, laporan surplus-defisit, dan laporan perubahan ekuitas, serta laporan arus kas untuk periode 22 September 2005 hingga 31 Desember 2005, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia," kata Anwar.
Pemeriksa juga menambahkan penjelasan dalam pendapatnya bahwa saldo cadangan klaim penjaminan per 31 Desember 2005 sebesar Rp324,85 miliar belum ditetapkan berdasar "risk exposure" setiap bank karena LPS baru berdiri tanggal 22 September 2005 sehingga belum memiliki perangkat memadai.
Juga disebutkan bahwa LPS menunda penerapan ketentuan mengenai pengenaan denda keterlambatan penyampaian laporan keuangan bulanan dan laporan posisi simpanan tahun 2002 sebagaimana diatur dalam pasal 92 ayat 3 huruf b UU Nomor 24 tahun 2004 yang menyatakan bahwa LPS wajib mengenakan denda keterlambatan penyampaian laporan keuangan bulanan dan laporan posisi simpanan. (*)
Copyright © ANTARA 2006