Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Indonesia Property Watch mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan pemetaan terhadap kebutuhan perumahan karena setiap daerah dinilai memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
"Saat ini fokus pemerintah lebih ke tujuan secara fisik terbangun tanpa mempertimbangkan wilayah-wilayah mana saja yang membutuhkan rumah paling besar, mengingat saat ini pemerintah pun belum mempunyai mapping (pemetaan) mengenai kebutuhan rumah tersebut di masing-masing wilayah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dampak dari hal tersebut, ujar Ali Tranghanda, mengakibatkan kebijakan pembangunan terkait sektor perumahan yang ada di Indonesia tidak memperhitungkan lapangan dan hanya mengejar target secara fisik bangunan tanpa memperhatikan tingkat kebutuhan yang ada.
Dengan langkah strategi seperti ini, lanjutnya, maka dikhawatirkan "sustainability" (keberlanjutan) perumahan nasional tidak akan terjadi.
Ia juga berpendapat bahwa dengan adanya pembangunan infrastruktur tanpa perencanaan wilayah yang jelas akan semakin mendongkrak nilai tanah.
Sebelumnya, Indonesia Property Watch juga menyatakan, pemerintah harus bisa membangun sekitar atau lebih dari 10 juta unit rumah mengatasi masalah kekurangan perumahan di Tanah Air.
"Wacana pemerintahan Jokowi untuk membangun 10 Juta unit rumah sampai 2019, perlu diapresiasi, namun tetap rencana besar itu harus membumi dan jangan terlalu bermimpi tanpa dasar pondasi yang kuat dalam sistem perumahan rakyat kita," kata Ali Tranghanda.
Menurut Ali, konsep perumahan rakyat yang dibangun pada masa Orde Baru dapat dinilai lebih maju dari sekarang karena telah dibangun sejumlah institusi pilar perumahan rakyat dan jelas peta jalannya.
Ia mencontohkan, pada zaman Orba dibangun Bank BTN yang ditunjuk sebagai bank yang fokus sebagai perumahan. Demikian pula halnya dengan pembentukan Perumnas yang memiliki dasar kuat bagi pembangunan perumahan publik.
"Namun lucunya sekarang visi Perumnas malah tidak berjalan sebagaimana mestinya karena dituntut profit sebagai bagian dari BUMN. Dan Bank BTN selalu diganggu dengan isu akuisisi," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono akan melibatkan BPJS Ketenagakerjaan, sektor perbankan dan lain-lain untuk memenuhi target pembangunan 1 juta rumah di tahun 2015.
Basuki mengungkapkan saat ini, sumber dana yang tersedia hanya mampu membangun 311.000 unit rumah.
Dana tersebut berasal dari APBN sebanyak Rp8,3 triliun, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak Rp5,1 triliun dan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan sebanyak Rp2 triliun.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015