Dia mengatakan sumur-sumur minyak tua itu sudah ditawarkan ke pengusaha, KUD dan BUMD untuk dikelola, namun tidak ada yang berminat dengan tawaran itu.
Kurang minat pengusaha untuk mengelola disebabkan sulitnya mekanisme pengajuan untuk eksploitasi, pengusaha sepertinya juga tidak mau repot mengurusnya.
"Selain itu hitung-hitungan secara ekonomis juga kurang menguntungkan sehingga sepi peminat, data kita ada sekitar 1.498 sumur eksplorasi dan sumur eksploitasi dan yang termasuk kategori sumur tua itu ada 196," kata Husin.
Untuk pengelolaan kembali sumur-sumur minyak tua itu, kata Husin, pengusaha harus mengantongi izin dari Pertamina sebelum membawanya ke Dinas ESDM Provinsi Jambi yang selanjutnya mengusulkannya ke Kementerian ESDM.
"Yang harus dilakukan pengusaha adalah mengantongi izin dari pemilik sumur yakni pertamina setelah itu mereka bikin MoU kemudian diajukan ke Dinas ESDM setelah itu kita ajukan ke kementerian melalui ESDM, kalau izinnya tidak dapat bagaimana kami ACC," jelasnya.
"Maunya mereka langsung ke kami dan kami yang diminta lobby itu kan sulit juga, persoalannya disitu. Izin dari Pertamina itu yang perlu dimiliki bukan kami menghambat, yang penting minta izin sama yang punya sumur. Kalau mereka setuju dikelola saya pikir ESDM tidak ada masalah," katanya.
Dia mengungkapkan, 196 sumur tua tersebut diantaranya berada di 5 blok yakni Blok Tempino, Blok Kenali Asam Atas, Blok Bajubang, Blok Bungku, dan Blok Sungai Gelam, dari total 196 sumur minyak tua itu diperkirakan hanya mampu berproduksi sekitar lima barel/hari.
"Kandungannya dari sumur-sumur itu paling banyak lima barel/hari, itu mungkin salah satu penyebab kurangnya minat pengusaha untuk mengelola, sementera untuk memperbaiki sumur tua itu paling kecil butuh anggaran Rp1,2 miliar," ujarnya.
Dia menambahkan, kategori sumur minyak tua adalah sumur yang dibuat sebelum 1970 dan tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya.
Pewarta: Dodi Saputra
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015