Yakin lah kita bisa membaca blackbox AirAsia. Alat dan ahlinya kan ada di KNKT
Pangkalan Bun (ANTARA News) - Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi Nurcahyo Utomo optimistis blackbox AirAsia QZ8501 yang akan diangkat dari dasar laut, mampu dibaca, bahkan dibuatkan animasi kronologi dari mulai terbang hingga terjatuh.
"KNKT Indonesia memiliki laboratorium dan ahli yang telah belajar dari luar negeri, sehingga blackbox tidak perlu dibawa keluar negeri," katanya di Pangkalan Bun, Kalteng, Kamis.
"Negara Rusia saja mengakui kinerja dan kecepatan KNKT Indonesia saat membaca blackbox Sukhoi. Kondisi blackbox Sukhoi itu hancur berkeping-keping bahkan terbakar, tapi diselesaikan hanya dua minggu. Rusia saja harus 1,5 bulan," tambah dia.
Kemungkinan terburuk apabila tidak mampu membaca blackbox AirAsia maka ahli dari negara lain yang dianggap netral akan dipanggil ke laboratorium KNKT Indonesia.
Dia mengatakan apabila tidak mampu juga memperbaiki dan membaca blackbox, maka KNKT Indonesia akan membawa langsung ke pabrik pembuat blackbox dan tetap dilakukan pengawasan.
"Kita tidak ingin ada saling menyalahkan atau persaingan antarpembuat pesawat. Itu kenapa membaca blackbox harus tetap dilakukan KNKT Indonesia dan bukan Airbus atau lainnya," ucapnya.
Ketua Investigator KNKT mengatakan semua itu kemungkinan terburuk, namun melihat gambar ekor pesawat yang disampaikan Badan SAR Nasional maka blackbox dapat dibaca.
"Yakin lah kita bisa membaca blackbox AirAsia. Alat dan ahlinya kan ada di KNKT," demikian Nurcahyo.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kamis pagi, tiba di Lanud Iskandar Pangkalan Bun dan rencananya akan memimpin langsung pengangkatan ekor pesawat AirAsia QZ8501 yang telah ditemukan.
"Saya akan meminpin sendiri proses pengangkatan ekor pesawat karena di dalamnya ada blackbox. Mudah-mudahan proses ini cepat selesai," ujarnya.
Moeldoko akan memantau proses evakuasi dan penggangkatan ekor pesawat yang saat ini sudah dilokalisasi oleh Tim SAR gabungan di koordinat 03.38.39 LS dan 109.43.43 BT.
Pewarta: Jaya Wirawana Manurung
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015