Wakil Ketua PMI Kota Malang Enny Sekar Rengganingati, Selasa, mengatakan posko tersebut dibuka sejak Senin (5/1) dan bekerja sama dengan sejumlah instansi terkait yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan maupun psikologi. Selain itu juga bekerja sama dengan Bakesbangpol maupun Satlak Penanggulangan Bencana.
"Posko ini buka selama 24 jam dan selalu siap jika dibutuhkan sewaktu-waktu dan keluarga korban yang membutuhkan pendampingan bisa menghubungi telepon 0341-364617. Kami yang akan mendatangi keluarga yang membutuhkan atau mereka yang datang ke posko tidak masalah karena kami stand by selama 24 jam," ujar Enny.
Enny menjelaskan psikolog yang dilibatkan dan siaga di posko sebanyak 45 orang dan 20 psikiater serta dibantu perawat kejiwaan untuk melakukan pendampingan. Pendampingan dilakukan setiap saat, mulai di rumah, saat kedatangan jenazah dan selama proses pemakaman.
Tim yang ada di posko psikososial ini juga berkoordinasi dengan posko crisis center yang didirikan Pemkot Malang, baik yang ada di Kota Malang maupun di Bandara Juanda.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Malang, Peony Suprianto, mengatakan setidaknya ada 20 ahli telah disiapkan. "Kami ingin membantu dukungan psikis kepada keluarga. Psikiater, psikolog dan perawat akan sigap membantu, baik di rumah korban maupun tempat pemakaman," katanya.
Koordinator lapangan posko psikososial, Yuniar Sunarko mengaku telah mendatangi dua keluarga yang menjadi korban pesawat tersebut. Namun, rumah tertutup dan tidak ada keluarga yang bertemu dengan psikiater maupun psikolog.
Ia mengemukakan kepedulian psikiater dan psikolog merupakan inisiatif masyarakat untuk membantu korban AirAsia. Tujuannya untuk mencegah efek jangka panjang yang disebabkan gangguan psikologi, seperti kelumpuhan, kebutaan, kehilangan kesadaran dan kejang, sehingga harus mendapat penanganan lebih lanjut di rumah sakit.
Oleh karena itu, lanjutnya, bagi keluarga korban yang mengalami perubahan psikologi harus terus diawasi, seperti perubahan emosi, depresi, gangguan tidur, khawatir berlebihan, bersedih dan cemas yang berkepanjangan. Apalagi, jika keluarga yang ditinggalkan sangat bergantung dengan korban, maka harus mendapat penanganan lebih cepat.
Sebab, katanya, jika tidak ditangani serius dikhawatirkan akan menyebabkan gangguan permanen. Bahkan jika keluarga yang ditinggalkan tak bisa mengontrol emosi akan menyebabkan reaksi berlebihan seperti bunuh diri.
Ada tiga kelompok berisiko tinggi, yakni lanjut usia (lansia), orang berkebutuhan khusus dan anak-anak. Sedangkan untuk perawatan lanjutan, akan ditangani oleh petugas khusus di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang.
"Keluarga dari korban AirAsia akan ditangani lebih dulu atau lebih cepat. Sistem penanaganan keluarga korban menjadi prioritas di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSSA, namun untuk biaya dan administrasi ya seperti pasien umum," katanya.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015