Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah perlu menentukan batas atas dan batas bawah harga minyak mentah dunia yang diikuti sebagai acuan harga bahan bakar minyak nasional, kata ekonom Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih.
"Meskipun mengikuti harga minyak di pasar internasional, namun tetap memiliki batas atas dan batas bawah sendiri yang ditentukan secara imaginer," katanya di Yogyakarta, Senin.
Menurut guru besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM itu, masih tergolong wajar jika pemerintah mengikuti harga minyak dunia jika kisarannya paling tinggi 70-90 dolar AS per barel. Namun apabila harga minyak dunia telah mencapai 100 dolar per barel atau lebih, maka perlu dipertimbangkan lagi untuk menjadikannya sebagai acuan.
"Intinya di bawah 100 dolar per barel masih bisa diterima, lebih dari itu jangan," kata dia.
Kendati harga minyak dunia sekarang sedang turun, namun menurut dia, tetap memiliki tren kenaikan dalam jangka panjang.
Dengan demikian, menurut dia, meskipun harga minyak di pasar internasional terus mengalami volatilitas yang tinggi, namun pemerintah tetap harus menjaga agar volatilitas harga BBM di pasar domestik tidak setajam harga pasar internasional.
"Selain mempertimbangkan daya beli masyarakat. Hal itu juga mengingat masyarakat kita yang secara umum masih belajar menerima harga BBM yang naik turun," kata dia.
Sehingga, jika dalam beberapa bulan ini harga minyak dunia kembali mengalami kenaikan tajam, pemerintah tetap perlu mempertimbangkan untuk memberikan subsidi kembali.
"Kalau harga premium misalnya dalam beberapa bulan naik kembali mencapai di atas Rp8.500 per liter, maka perlu dipertimbangkan untuk memberi subsidi lagi," kata Sri Adiningsih.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015