Sidoarjo (ANTARA News) - Dua aggota DPR RI asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Williem Tuturium dan Hendrardo, menilai tragedi ledakan pipa gas akibat penurunan struktur tanah di Sidoarjo sebagai bentuk keteledoran.
Hal itu, karena sebelum tragedi itu terjadi, ternyata pemerintah melalui Tim Nasional Penanggulanganan Lumpur Porong, tidak melakukan upaya persuasif, sehingga saat terjadi ledakan pipa gas mengakibatkan belasan petugas meninggal dunia.
"Kami melihat pemerintah tidak transparan. Seharusnya pemerintah terbuka kondisi yang sebenarnya," kata Wiliem yang juga anggota Komisi VII DPR RI, Jumat saat meninjau tanggul di jalur tol bersama Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo, Tito Pradopo.
Menurut dia, pemerintah atau Timnas pasti memiliki data akurat mengenai jalur transmisi pipa gas di sekitar lokasi pusat semburan, sehingga kejadian ledakan yang memakan korban jiwa belasan orang tersebut, tentunya tidak perlu terjadi.
Namun, kenyataanya berbeda, semuanya selalu saja terlambat. Bahkan, akibat ledakan yang terjadi, kondisi pelayanan masyarakat, terutama penggunanaan arus tol menjadi terganggu total.
"Kami hanya minta, agar pemerintah transparan. Kalau memang tidak mampu ya ngomong. Jangan mendiamkan diri dan selalu menutupi seperti ini, yang akibatnya bisa sangat fatal," kata Williem dibenarkan anggota fraksi PDIP DPR RI lainnya, Hendrardo.
Bahkan, ia menilai, upaya antisipasif terkesan tidak dilakukan petugas pengendali, dalam hal ini Timnas. "Apakah tidak ada upaya antisipasi, misalnya dengan melakukan relokasi pipa gas yang ada di lokasi itu," katanya.
Menurut Wiliem, penanggungjawab kejadian ledakan gas ini sepenuhnya menjadi tanggungjawan Lapindo Brantas Inc, karena sebenarnya untuk kepentingan memindahkan jalur transmisi pipa gas bisa dilakukan Lapindo.
"Kalau bisa membuat tanggul seluas 450 hektar, seharunya Lapindo juga mampu memindahkan jalur transmisi, sehingga tidak terjadi ledakan yang menakutkan ini," katanya.
Menurut anggota Fraski PDIP DPR RI ini, tragedi ledakan pipa gas tersebut akan dibawanya untuk dibahas dalam rapat fraksi, dan berbagai masalah yang ditemukan di lapangan akan dilaporkan melalui fraksi ke Komisi VII.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006