Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, bergerak melemah menjadi Rp12.519 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.387 per dolar AS.
"Sentimen eksternal kembali mendorong mata uang dolar AS menguat di pasar global sehingga berimbas ke pelemahan rupiah," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta.
Menurut dia, penguatan dolar AS disebabkan oleh perbedaan outlook kebijakan Bank Sentral AS (the Fed) dengan bank sentral negara maju lainnya. Kebijakan Fed lebih ke arah pengetatan, sementara bank sentral negara maju lainnya masih fokus dengan pelonggaran moneter.
Kondisi itu, lanjut dia, akan membuat pelaku pasar cenderung memilih dolar AS daripada mata uang lainnya, karena Federal Reserve sedang berada di jalur untuk menaikkan suku bunga pada tahun ini.
"Di sisi lain, akan dirilisnya laporan manufaktur AS yang diekspektasikan meningkatkan menambah kuatnya spekulasi Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga," katanya.
Kepala Riset Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menambahkan, data-data makro ekonomi Indonesia yang masih di bawah ekspektasi menjadi salah satu sentimen negatif bagi mata uang rupiah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Desember 2014 mencapai 2,46 persen, karena terkena imbas kenaikan harga premium dan solar bersubsidi pada November lalu.
Sementara tingkat inflasi nasional pada 2014 mencapai 8,36 persen, atau sedikit lebih rendah dari laju inflasi pada 2013 sebesar 8,38 persen.
"Inflasi Desember 2014 sedikit di atas ekspektasi, diharapkan inflasi ke depannya lebih stabil," katanya.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat (2/1) ini tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp12.474 dibandingkan hari sebelumnya, Selasa (30/12) di posisi Rp12.440 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015